- Legenda Liverpool John Barnes dinyatakan bangkrut akibat utang besar
- Sejak 2010, Barnes menghadapi enam petisi kebangkrutan dan mengalami kerugian besar akibat salah mempercayai pihak ketiga
- Meskipun bangkrut, Barnes menegaskan komitmennya untuk membayar kewajiban pajak secara bertahap
Suara.com - Legenda Liverpool John Barnes, resmi dinyatakan bangkrut setelah perusahaan medianya menumpuk utang sebesar £1,5 juta atau setara Rp33 miliar.
Keputusan tersebut dikeluarkan oleh High Court of Justice pada 23 September 2025 dan diumumkan melalui London Gazette.
Perusahaan Barnes, John Barnes Media, kini telah dilikuidasi setelah gagal membayar kewajiban pajak dan hutang lainnya.
Mantan pemain Liverpool, Newcastle, dan Watford itu sebelumnya sempat dilarang menjabat sebagai direktur selama tiga setengah tahun terkait utangnya.
Dikutip dari Mail Online, detail utang Barnes cukup mencengangkan.
Rp17,5 miliar kepada HMRC untuk VAT, NI, dan PAYE, Rp10,4 miliar kepada kreditor tak terjamin, pinjaman direktur senilai Rp5,1 miliar, serta biaya likuidator sebesar Rp1,3 miliar.
Sejauh ini, Barnes telah membayar Rp1,35 miliar sebagai cicilan atas pinjaman direktur.
Ini bukan kali pertama Barnes menghadapi masalah keuangan.
Sejak 2010, ia menerima enam petisi kebangkrutan.
Baca Juga: Mimpi Buruk Liverpool: Dihajar Galatasaray, Alisson dan Ekitike Cedera
Barnes mengaku kehilangan antara £1 juta hingga £1,5 juta atau setara Rp22,5–33,7 miliar dalam kurun empat tahun karena salah mempercayai pihak ketiga dalam pengelolaan uangnya.
“Saya menghasilkan banyak uang, menjadi pemain pertama dengan gaji £10.000 per minggu, tapi seperti banyak atlet elit lain, saya terjebak dan kehilangan jutaan,” ujar Barnes dalam podcast All Things Business.
Ia juga menyebut telah membayar sekitar Rp49,5 miliar sejak 2017 dan masih membayar Rp225 juta per bulan.
Perusahaan medianya, John Barnes Media, masuk proses likuidasi dua tahun setelah gagal membayar lebih dari Rp4,3 miliar pajak.
Investigasi menunjukkan antara November 2018 hingga Oktober 2020, perusahaan tidak membayar pajak sama sekali meskipun memiliki omzet Rp9,9 miliar. Barnes adalah satu-satunya direktur terdaftar.
Meskipun menghadapi kebangkrutan, Barnes menekankan komitmennya untuk menyelesaikan kewajiban pajak.