- Pemain keturunan Arab telah memberi kontribusi besar bagi sepak bola Indonesia
- Warisan keturunan Arab tetap terlihat di sepak bola Indonesia modern, terutama melalui generasi pemain seperti Irfan Bachdim
- Darah Arab memberi warna tersendiri, mulai dari filosofi permainan, kesetiaan klub, hingga kemampuan mencetak gol
Suara.com - Sepak bola Indonesia tidak hanya lahir dari bakat lokal semata.
Beberapa pemain keturunan Arab justru memberi warna tersendiri dalam sejarah sepak bola Tanah Air.
Dari pemain legendaris hingga bintang modern, darah Arab telah meninggalkan jejak prestasi yang patut dikenang.
Berikut empat pemain keturunan Arab yang berpengaruh di sepak bola Indonesia.
Bagi penggemar Persebaya Surabaya, nama Rusdy Bahalwan sudah tidak asing.
Sebagai pemain, ia berhasil membawa Persebaya menjadi juara di era Perserikatan musim 1977/78.
Prestasi gemilangnya berlanjut ketika menjadi pelatih, dengan membawa Persebaya menjuarai Liga Indonesia musim 1996/97.
Rusdy, keturunan Arab, dikenal dengan filosofi taktiknya yang khas, “Coming from Behind”, yakni memanfaatkan kecepatan lini kedua untuk menembus pertahanan lawan.
Baca Juga: Doa dari Negeri Seberang Lautan untuk Timnas Indonesia: Semoga Lolos ke Piala Dunia 2026
Filosofi ini membedakannya sebagai pelatih yang visioner dan cerdas.
Pada Agustus 2011, Rusdy meninggal dunia pada usia 64 tahun akibat stroke yang dideritanya sejak 2004.
Sutan Harhara adalah rekan seangkatan Rusdy Bahalwan dan menjadi pujaan penggemar Persija Jakarta, The Jakmania.
Bermain untuk Timnas Indonesia sejak 1974 hingga 1980, Sutan pertama kali tampil menghadapi Uruguay pada 19 April 1974 di Stadion Gelora Bung Karno.
Setelah pensiun, Sutan melanjutkan karier sebagai pelatih dan menangani berbagai klub Indonesia, mulai dari Persikabo, Persikota Tangerang, Persegi Gianyar, PSMS Medan, PSIS Semarang, Semen Padang, hingga Persela Lamongan.
Dedikasi dan pengalamannya menjadikannya salah satu pelatih keturunan Arab yang sukses di kancah nasional.
Muhammad Zein Al Hadad
Muhammad Zein Al Hadad, atau akrab dipanggil Mamak, bisa dibilang striker legendaris era Galatama.
Ia membela Niac Mitra, yang kini dikenal sebagai Mitra Kukar, dan berhasil menjadi top skor musim 1987/88.
Mamak dikenal sebagai “One Man Club”, memilih tetap setia hingga Niac Mitra bubar pada era 1990-an.
Setelah pensiun, ia beralih menjadi pelatih, memulai dari klub internal Persebaya, Assyabaab Salim Group Surabaya, dan sempat menjadi nahkoda Persija Jakarta.
Nama Irfan Haarys Bachdim tentu tidak asing di era modern.
Eks Striker Bali United ini memiliki darah Arab dari ayahnya yang berasal dari Yaman, sedangkan ibunya, Hester van Dijk, merupakan warga Belanda.
“Ya, saya memiliki darah Yaman. Itu berasal dari kakek-kakek saya terdahulu,” ungkap Bachdim.
Nama Bachdim sendiri berasal dari Hadramaut, Yaman, menegaskan akar keturunan Arab yang melekat pada dirinya.
Kontributor: Azka Putra