- Curacao tengah berada dalam euforia besar jelang peluang bersejarah lolos ke Piala Dunia 2026.
- Faktor kekeluargaan menjadi kekuatan utama tim nasional Curacao
- Pendekatan Dick Advocaat terbukti lebih membangun dibanding era Patrick Kluivert
Suara.com - Pulau kecil di Karibia bergemuruh oleh satu mimpi besar, Curacao berpeluang tampil di Piala Dunia 2026.
Di bawah komando pelatih asal Belanda, Dick Advocaat, semangat dan rasa kebersamaan tumbuh luar biasa di antara pemain, staf, dan masyarakat di seluruh penjuru pulau.
Meski belum lolos, dua laga kandang penting melawan Jamaika dan Trinidad & Tobago akan jadi penentu sejarah.
Jika mampu meraih kemenangan di kedua laga tersebut, tim berjuluk The Blue Wave itu semakin dekat dengan tiket ke Piala Dunia pertama mereka.
Dilansir dari Omroep West, ada satu perbedaan besar dari gaya melatih Patrick Kluivert di Timnas Indonesia dengan Advocaat di Curacao.

Penyerang Gervane Kastaneer, yang pernah membela ADO Den Haag, mengaku terharu melihat dukungan masyarakat sejak kembali membela tim nasional.
“Tujuh tahun lalu tak banyak yang mengenali saya. Sekarang, saat saya berjalan di jalan, semua orang bilang: ‘Pulanglah cepat, kita harus menang!’,” ujarnya sambil tertawa.
Kastaneer menuturkan bahwa euforia sepak bola kini terasa di setiap sudut Curacao.
“Setiap orang ingin memberi semangat. Bahkan orang yang tak saya kenal memanggil saya sebagai anak Gerrit dan Nella — orang tua saya yang tinggal di Belanda. Rasanya seperti semua orang di pulau ini adalah keluarga.”
Baca Juga: Bukan Salah Pemain! Kluivert Bela Timnas Indonesia: Mereka Sudah Berjuang Lebih dari yang Seharusnya
Bukan hanya para pemain, para pelatih pun mendapat dukungan dari keluarga.
Raymond Mulder, pelatih kiper asal Den Haag, terlihat disemangati oleh istrinya dan sang ibu mertua yang duduk di tribun saat latihan.
Namun, istrinya menegaskan bahwa bergabung dengan tim nasional bukanlah liburan.
“Ini bukan perjalanan santai. Raymond bekerja keras dari pagi sampai malam, mempersiapkan analisis dan video latihan. Saya jarang bertemu dengannya di sini,” katanya sambil tersenyum.
Hal serupa juga dirasakan Kenji Gorré, penyerang berusia 29 tahun yang juga mantan pemain ADO Den Haag.
Ia kini memperkuat tim nasional bersama ayahnya, Dean Gorre, yang bertugas sebagai asisten pelatih Advocaat.