Gue juga syuting film di sana, film Malaysia, gue dapat peran di sana. Karakter gue jadi orang Indonesia. Lumayan dapet enam scenes tapi bayarannya lebih gede dari aktor sana. Filmnya latar tahun 1945 gitu. Lumayan deh buat pengalaman juga.
Ada kesulitan selama di Malaysia?
Kalau nyanyinya sih nggak, gue kan dari dulu sudah nyoba banyak genre. Rock, pop, ballad, dan keroncong. Sampai dangdut aja gue pernah ikutan nyanyi. Itu gambaran kecintaan gue sama musik. Jadi mau dangdut atau rock gue sikat.
Kalau bahasa sih biasa aja, buat komunikasi di Malaysia. Karena bahasa di kampung gue, itu kampung orang Melayu. Bahasanya Melayu orang Balige Toba Samosir. Jadi banyak kesamaan bahasa, dan orang sana juga profesional.
Pandangan Firman soal musik Indonesia dan Malaysia saat ini?
Malaysia itu belajar dari Indonesia segala hal. Mau film, musik mereka belajar ke sini. Tapi mereka belajarnya sungguh-sungguh, dan mereka termotivasi harus lebih maju dari gurunya. Kalau kita nggak ada yang memotivasi. Akhirnya mereka sekarang lebih keren. Saya cukup khawatir, padahal dulu mereka ketinggalan banget, sekarang kita yang ketinggalan.
Pernah berencana menetap di Malaysia?
Nggak ada rencana itu, gue lebih pilih pulang pergi aja Jakarta-Malaysia. Walau banyak yang nawarin buat menetap di sana. Label-label sana banyak banget yang mau ngontrak gue. Tapi jiwa gue Indonesia banget, gua nggak mau netap di Malaysia, cukup cari duit aja.