Dia bahkan dikenal memiliki hafalan yang luar biasa, menguasai kitab-kitab penting seperti Sahih Muslim, Fathul Mu'in, 'Imrithi, dan Alfiah Ibnu Malik.
Kealiman Gus Baha membuatnya menjadi santri yang disegani. Saking luasnya ilmu dan hafalannya, dia seringkali dianggap berada di level yang berbeda dengan santri lainnya.
Karena itu, Gus Baha dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Rois Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di Pesantren Al-Anwar.
Tidak hanya cerdas, Gus Baha juga dikenal sebagai santri kesayangan KH. Maimoen Zubair. Dia sering mendampingi sang kiai dalam berbagai kesempatan, bahkan dipercaya untuk mencarikan takwil mimpi.
Meskipun pernah ditawari untuk menimba ilmu di luar negeri, Gus Baha memilih untuk tetap di Indonesia dan mengabdikan diri di Pesantren Al-Anwar dan Pondok Pesantren LP3IA milik ayahnya.
Setelah ayahnya wafat, Gus Baha meneruskan tongkat estafet kepemimpinan pesantren. Selain itu, dia juga aktif mengisi pengajian di Yogyakarta dan Bojonegoro.
Kehidupan Pribadi

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Gus Baha menikah dengan Ning Winda, putri seorang kiai dari Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan.
Sebelum menikah, Gus Baha dengan jujur menyampaikan kepada calon mertuanya bahwa dia hidup dalam kesederhanaan. Namun calon mertuanya menerima Gus Baha apa adanya.
Kesederhanaan Gus Baha terlihat dari pilihannya untuk pergi ke Pasuruan dengan menumpang bus ekonomi saat akan melangsungkan akad nikah. Sikap ini merupakan hasil didikan sang ayah yang telah ditanamkan sejak kecil.
Baca Juga: Abu Janda Desak Prabowo Copot Gus Miftah: Tak Pantas Jadi Utusan Presiden Urus Toleransi!
Setelah menikah, Gus Baha dan istri memilih untuk hidup mandiri di Yogyakarta. Di kota gudeg ini, mereka memulai kehidupan baru dengan menyewa sebuah rumah.