Ketua Satgas PPKS Universitas Amikom itu juga menyoroti bagaimana penonton dapat menyerap informasi yang disampaikan dari dua film tersebut.
"Harapannya sekarang kan temen-temen mahasiswa, gen Z, itu lebih melihat bagaimana menjadi content creator yang hanya meraup cuan. Tapi ayo kita lihat lapisan masyarakat lain itu hidup tidak hanya sekadar cuan, tapi mereka memperjuangkan nilai-nilai seperti di Girli, di Bundengan," paparnya lebih lanjut.
Andreas juga menjelaskan alasannya memilih berkolaborasi dengan Suara.com. Ia melihat bagaimana Suara.com berani mengangkat isu-isu di luar media mainstream, mulai dari keagamaan hingga marginal.
Dosen pengampu itu meyakini bahwa kolaborasi ini sangat menguntungkan kedua belah pihak.
"Bagi saya menarik nih, media ini. Mahasiswa bisa mendapatkan ruang publikasi, media juga akhirnya memperjuangkan nilai-nilai yang diperjuangkan," jelasnya.
Andreas pun berterima kasih kepada Suara.com karena mau mempublikasikan karya anak-anak didiknya kepada masyarakat luas.
"Saya menyambut sangat baik gitu dari Suara, karena tidak terlalu 'harus gini, harus gitu'. Harapannya bagi prodi Ilmu Komunikasi, ayo kita kolaborasi dengan mahasiswa. Itu ruang yang baik, keberagaman informasi itu yang akhirnya bisa mengedukasi masyarakat," pungkasnya.
Sinopsis pendek film dokumenter 'Bundengan Preserver' dan 'Girli'
Bundengan Preserver
Baca Juga: Jurusan Ilmu Komunikasi Kerja Apa? Ini 8 Profesi yang Bisa Dikerjakan
Film garapan Luthfi Ihza Mahendra, Ahmadan Alnizam, serta Hadiansyah Sakirta ini mengangkat isu alat musik tradisional khas Wonosobo, Jawa Tengah, yang hampir punah. Alat musik tersebut disebut Bundengan.