Andreas pun berterima kasih kepada Suara.com karena mau mempublikasikan karya anak-anak didiknya kepada masyarakat luas.
"Saya menyambut sangat baik gitu dari Suara, karena tidak terlalu 'harus gini, harus gitu'. Harapannya bagi prodi Ilmu Komunikasi, ayo kita kolaborasi dengan mahasiswa. Itu ruang yang baik, keberagaman informasi itu yang akhirnya bisa mengedukasi masyarakat," pungkasnya.
Sinopsis pendek film dokumenter 'Bundengan Preserver' dan 'Girli'
Bundengan Preserver
Film garapan Luthfi Ihza Mahendra, Ahmadan Alnizam, serta Hadiansyah Sakirta ini mengangkat isu alat musik tradisional khas Wonosobo, Jawa Tengah, yang hampir punah. Alat musik tersebut disebut Bundengan.
Dulunya, alat musik yang terbuat dari rotan bambu dan dibentuk layaknya caping itu digunakan penggembala itik. Mereka menambahkan beberapa senar di dalamnya untuk menghasilkan bunyi.
Bundengan sempat mengalami krisis karena tidak ada penerus. Hingga akhirnya tiga tokoh utama film, yakni Munir, Bohori serta Mulyani mencoba membangkitkan lagi budaya yang sudah ditelan masa itu supaya tetap lestari dengan mengenalkannya ke generasi muda.
'Girli' merupakan akronim dari 'Pinggir Kali', sebuah komunitas marginal di Jogja yang sudah terbentuk sejak 1980-an. Film ini garapan Irfan Maulana, dengan Shufina dan Skalila Salsabila.
Baca Juga: Jurusan Ilmu Komunikasi Kerja Apa? Ini 8 Profesi yang Bisa Dikerjakan
Komunitas terbuka ini diprakarsai oleh seniman sekaligus arsitek bernama Romo Mangun. Prinsip yang dipegang oleh anggota komunitas adalah kebersamaan sekaligus kepedulian terhadap sesama walau mereka dipandang sebelah mata.
Girli terdiri dari berbagai individu dari latar belakang yang beragam. Tetapi, mereka memiliki satu kesamaan dalam bertahan yakni mengandalkan kehidupan jalanan.