Suara.com - Sorotan tajam kembali ditujukan ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atas masalah distribusi performing rights ke pencipta lagu, yang belum optimal setelah bertahun-tahun.
Suara sumbang kini datang dari Kunto Aji, yang memulai pembahasan lewat keberhasilan Masjid Jogokariyan, Yogyakarta membagikan daging kurban lewat sistem online.
"Pembagian daging di Masjid Jogokariyan udah pakai web. Bisa dipantau online, real-time," ujar Kunto dalam sebuah tulisan di akun X pribadinya, Jumat, 6 Juni 2025.
Kompetensi LMKN dalam mendistribusikan performing rights ke para pencipta lagu benar-benar dipertanyakan Kunto Aji kali ini.
"LMKN kalah sama panitia kurban," cibir Kunto.
LMKN adalah sebuah lembaga yang bergerak di bawah Kementerian Hukum RI.
Sudah tentu, LMKN punya anggaran tersendiri untuk menjalankan program pendistribusian performing rights sejak UU Hak Cipta lahir di 2014.
Namun sampai sekarang, LMKN nyatanya masih terkendala dalam memperbaiki proses distribusi performing rights ke para pencipta lagu.
Kunto Aji pun jadi penasaran, ke mana uang performing rights untuk para pencipta lagu sebenarnya mengalir.
Baca Juga: Menerima Daging Kurban dari Non-Muslim, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
"Kok royalti musik bertahun-tahun nggak bisa? Duit segitu banyak buat apaan?," tanya Kunto.
Ini bukan kali pertama Kunto Aji mengkritik kinerja LMKN, yang juga dianggap sebagai biang kerok kekisruhan penyanyi dan pencipta lagu saat ini.
Maret 2025, Kunto Aji pernah membuat analogi yang memposisikan LMKN sebagai wasit curang dalam sebuah pertandingan sepak bola.
"Bayangkan, dalam satu tim sepak bola ada striker dan defender. Masing-masing memiliki perannya. Di dalam pertandingan, tujuannya adalah mencetak skor. Tapi tim ini dicurangi wasit," papar Kunto dalam sebuah tulisan di akun X-nya.
"Dalam setiap 3 gol yang kami cetak, 2 gol pasti dianulir. Sehingga kami hanya mendapat 1 skor, untuk 3 kali gol. Ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Diprotes berkali-kali, tidak kunjung ada hasilnya," lanjut musisi berdarah Jawa itu.
Buruknya kinerja LMKN juga, yang dianggap Kunto Aji memicu timbulnya masalah lain lewat perlawanan Ahmad Dhani cs, yang tergabung dalam Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
"Mereka ingin ada peraturan baru, tapi cara ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Kunto.
Sebagaimana diketahui, sistem direct license yang AKSI gaungkan memicu perpecahan di kalangan penyanyi dan pencipta lagu, karena aturan tersebut belum disahkan pemerintah.
Dalam beberapa kasus, penyanyi jadi diminta membayar performing rights langsung ke pencipta lagu sebelum konser.
Padahal, pihak promotor atau event organizer penyelenggara konser juga sudah diharuskan membayar performing rights ke pencipta lagu yang karyanya dibawakan.
Situasi diperparah dengan langkah beberapa pencipta lagu yang sampai menempuh jalur hukum untuk menuntut ganti rugi ke penyanyi, karena merasa tidak pernah menerima hak performing rights atas karya cipta mereka.
Setelah kasus Agnez Mo dan Ari Bias, kini muncul lagi gugatan terhadap Vidi Aldiano dari pencipta lagu Nuansa Bening, Keenan Nasution dan Rudi Pekerti.
![Kunto Aji Cibir Polisi Positif Narkoba yang Disanksi Salat Lima Waktu [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/28/71845-kunto-aji.jpg)
Vidi Aldiano digugat atas 31 aksi panggung yang di dalamnya membawakan lagu Nuansa Bening.
Dianggap merugikan kedua pencipta Nuansa Bening, Vidi Aldiano digugat Rp24,5 miliar sebagai bentuk kompensasi atas hak performing rights yang tidak pernah sampai sejak 2008.
Fenomena itu juga yang sempat disayangkan Kunto Aji lewat tulisannya terdahulu.
Akar permasalahan sebenarnya datang dari ketidakmampuan LMKN mendistribusikan performing rights secara merata, dan bukan dari penyanyi yang tidak menghormati pencipta lagunya.
"Ini adalah masalah pemain versus wasit yang curang," tegas Kunto.