Suara.com - Ismail Marzuki bukan hanya sekadar nama di kalangan musisi Indonesia. Ia adalah legenda yang karyanya telah melintasi zaman, menorehkan jejak kuat dalam sejarah musik tanah air.
Lahir di Jakarta pada 1914, Ismail Marzuki dikenal sebagai komponis besar yang menciptakan lagu-lagu nasional seperti "Rayuan Pulau Kelapa", "Indonesia Pusaka", dan "Gugur Bunga".
Keistimewaan Ismail Marzuki terletak pada kemampuannya memadukan unsur-unsur musik tradisional Indonesia dengan sentuhan orkestra yang universal, membuat karyanya diterima lintas generasi dan latar belakang budaya.
Tak heran jika Taman Ismail Marzuki (TIM) — pusat seni budaya di Jakarta — mengabadikan namanya sebagai bentuk penghargaan abadi atas jasa-jasanya.
Sebagai penghormatan terhadap maestro ini, Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) menghadirkan medley lagu daerah Betawi dan karya Ismail Marzuki dalam perhelatan Jakarta Future Festival 2025.
Gelaran ini menjadi pembuka rangkaian acara festival yang diadakan di Graha Bhakti Budaya, Jumat (13/6/2025).
Di bawah arahan Music Director sekaligus conductor Aminoto Kosin, JPO menampilkan format Woodwind Quintet yang diperkaya dengan instrumen piano, cello, dan bariton.
Para musisi berbakat yang terlibat dalam pertunjukan ini antara lain: Yoanne Theodora (Piano), Dwipa Hanggana (Cello), Gabriel Harvianto (Bariton), Andika Chandra (Flute), Eugene Bounty (Clarinet), Nedy Benediktus (Oboe), Azkal Azkia (Bassoon), dan Daniel Kristanto (French Horn).
Mereka membawakan sejumlah karya ikonik Betawi seperti "Jali-Jali", "Surilang", "Keroncong Kemayoran", "Kicir-Kicir", hingga karya Ismail Marzuki berjudul "Chandra Buana".
Baca Juga: Muse Gelar Konser di Jakarta pada September 2025, Harga Tiket Sama dengan Foo Fighter
Pemilihan karya-karya ini tentu bukan tanpa alasan. Betawi adalah akar budaya Jakarta, sementara Ismail Marzuki adalah simbol kebanggaan seni musik ibu kota yang namanya telah mendunia.
Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) sengaja menjadikan karya-karya ini sebagai bagian dari DNA musikalnya.
"Menjadi orkestra flagship kebanggaan Jakarta dan Indonesia yang terpandang, relevan, dan berkontribusi aktif pada ekosistem musik sebagai bagian dari Kota Global Jakarta adalah satu visi JPO," ujar Aminoto Kosin seusai pertunjukan.
Jakarta Philharmonic Orchestra memiliki sejarah panjang yang tak terpisahkan dari perjalanan budaya kota Jakarta.
Didirikan tahun 1804 oleh konduktor Belanda Nico J. Gerharz sebagai Batavia Staff Orchestra (BSO), orkestra ini berganti nama menjadi Orkes Simfoni Jakarta (OSJ) di era Gubernur Ali Sadikin pada 1964, sebelum akhirnya resmi bernama Jakarta Philharmonic Orchestra (JPO) di tahun 1999.
Sejak masa itu, JPO aktif meramaikan panggung budaya di Taman Ismail Marzuki.