Suara.com - Abdul Haris Agam alias Agam Rinjani baru-baru ini mengungkap bahwa proses evakuasi Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang tewas saat mendaki Gunung Rinjani, adalah evakuasi tersulit yang pernah ditemuinya.
Selama 9 tahun menjadi pemandu gunung. Agam menyatakan bahwa tak satu pun evakuasi sebelumnya menyamai tingkat kesulitan misi kali ini.
Agam mengungkap hal tersebut di podcast YIM Official baru-baru ini.
“Saya sudah 9 tahun kurang lebih di Rinjani. Berbagai kejadian insiden saya tangani, evakuasi mayat sudah berapa,” kata Agam Rinjani dikutip pada Minggu, 29 Juni 2025.
“Ini kejadian paling sulit di antara puluhan-puluhan kasus yang ada evakuasi di Rinjani,” lanjutnya.
Agam Rinjani lalu membandingkan dengan evakuasi sebelumnya terhadap turis asal Israel yang pada 2023 lalu juga sempat terjatuh di Gunung Rinjani.
Padahal menurut Agam, saat itu proses evakuasi pendaki asal Israel itu terbilang sulit.
“Ingat Agustus 2023, bule Israel yang jatuh dari puncak, 180 (meter), saya bilang itu sulit, ini (evakuasi Juliana) lebih sulit, lebih jauh lagi,” kata pria asal Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca Juga: Hasil Autopsi Juliana Marins, Meninggal Kurang dari 20 Menit Usai Terjatuh
Agam lalu menceritakan bagaimana detik-detik mengerikan saat ia bersama relawan lainnya mencoba mengangkat jasad Juliana Marins ke atas.
Saat itu sempat terjadi hujan hingga membuat batu-batu berjatuhan dari atas. Selain itu akibat hujan tersebut, cuaca menjadi berkabut hingga jarak pandang tak bisa lebih dari 2 meter.

“Sempat waktu kami naikkan saya paling terakhir itu hujan batu, sempat hujan. Jadi hujan air tiba-tiba berkabut, tiga detik tiba-tiba batu di depan, jarak pandang dua meter,” kata Agam.
Batu-batu tersebut bahkan tak jarang hampir mengenai wajah para relawan yang sedang berjuang naik ke atas membawa jasad Juliana Marins.
“Karena teman-teman kan diholding naik satu-satu, ada gerakan batu dari 400 meter itu mengarah ke muka semua,” ujarnya.
Tidak hanya batu-batu kecil, batu-batu besar juga terlihat berjatuhan dan nyaris menimpa tubuh para relawan.
Beruntungnya Agam dan relawan lainnya menggunakan helm yang melindunginya dari bongkahan batu tersebut.
“Saya sempat tunduk begini, itu ribuan batu yang besar-besar kayak begini, saya pilih yang kecil-kecil aja kita tangkis pakai helm, yang gede-gede hindari,” ujar Agam.
Meski sudah berusaha menghindari batu-batu tersebut, namun Agam tidak bisa menghindari seluruhnya. Imbasnya, kakinya sempat terluka akibat batu-batu tersebut.
“Ini sampai luka-luka, kaki apa kena batu berapa kali,” paparnya.
Kesungguhan Agam dan tim mempertaruhkan nyawa untuk membantu proses evakuasi Juliana Marins semata-mata ingin menjadikan Indonesia baik di mata negara lain.
“NKRI harga mati,” ujar Agam.
Selain melewati medan yang curam dan dihujani batu, Agam juga mengatakan bahwa ia bersama tim menggantung selama berjam-jam saat mengangkat jasad Juliana Marins ke atas.
“Jadi kami packing itu jam 4, kami mulai holding naik ke atas, sampai di atas itu dari jam 6 sampai jam 3 lewat berapa. Berapa jam kami harus menggantung,” ungkap Agam.

Pendaki Asal Brasil Juliana Marins Tewas Usai Terjatuh di Gunung Rinjani
Juliana Marins terjatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Usai menerima kabar jatuhnya pendaki asal Brasil itu, Tim SAR langsung melakukan upaya pencarian.
Namun karena medan yang sulit ditambah faktor cuaca yang buruk, proses pencarian mengalami kendala.
Hingga baru pada Selasa 24 Juni, Juliana Marins berhasil ditemukan namun dalam kondisi sudah meninggal dunia.
Kontributor : Rizka Utami