Suara.com - Film kartun Merah Putih One For All sedang jadi sorotan warganet usai dirilis menjelang perayaan HUT ke-80 RI.
Film ini bercerita tentang delapan anak dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam “Tim Merah Putih”, dalam misi menyelamatkan bendera pusaka yang hilang hanya tiga hari sebelum upacara 17 Agustus.
Meski mengangkat semangat kebangsaan dan petualangan, respons publik di media sosial justru dipenuhi kritik.
Banyak yang menyoroti kualitas animasi Merah Putih: One For All yang dianggap belum maksimal dan alur cerita yang dinilai terlalu terburu-buru.
Baca juga: Raffi Ahmad Lakuin Hal yang Nggak Bisa Dilakuin Semua Laki-Laki
Akun @farizgaga1 membandingkan film ini dengan film animasi Jumbo yang lebih dulu viral dan mendapat respons positif.
“Kartunnya creepy banget, jomplang banget sama Jumbo kemarin, padahal sama-sama buatan anak bangsa. Harusnya Jumbo dijadikan standar kualitas animasi Indonesia, ini malah terkesan downgrade,” tulisnya.
Komentar lain datang dari akun @muliaassegaf. “Dengan grafis sekelas keluarga Somat, ekspektasi pasti rendah. Tapi di sisi lain ini nunjukin sedikit perkembangan animasi Indonesia yang mulai dilirik masyarakat bahkan pemerintahan berkat Jumbo. Tapi kok bisa se buru-buru itu ya?”
Kritik tak berhenti di grafis. Alur cerita juga menjadi sorotan karena dinilai terlalu terbuka dan kurang menyentuh emosi penonton.
“Kalau niat untuk mengejar kualitas, bisa dimulai dari film durasi pendek dulu. Jangan langsung tayang di bioskop hanya untuk memeriahkan acara nasional. Itu kesannya cuma buat memenuhi LPJ aja,” ujar @mbahmuu_Ya.
Meski begitu, beberapa warganet tetap memberikan semangat kepada para animator lokal. Mereka menilai upaya seperti ini tetap layak diapresiasi sebagai langkah menuju kemajuan industri film animasi Indonesia.
Berikut 5 fakta menarik tentang Film Merah Putih: One For All.
1. Film Bertema Kebangsaan dengan Tokoh Anak-anak
Film ini mengangkat semangat nasionalisme melalui kisah delapan anak dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka tergabung dalam “Tim Merah Putih” dengan misi penting menyelamatkan bendera pusaka menjelang upacara 17 Agustus.
2. Kualitas Animasi Dinilai di Bawah Ekspektasi
Banyak warganet membandingkan kualitas grafis film ini dengan film Jumbo. Sebagian besar menilai animasinya terkesan terburu-buru dan belum layak tayang di layar lebar, terlebih menjelang momentum besar seperti HUT RI.
3. Dibandingkan dengan Film Jumbo
Film Jumbo, yang juga buatan anak bangsa, menjadi tolok ukur kualitas animasi lokal. Keberhasilan Jumbo yang sampai dilirik di kancah internasional membuat publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap animasi Indonesia lainnya.
4. Plot Cerita Dinilai Terlalu Terbuka di Trailer
Beberapa penonton menilai bahwa trailer film ini justru membocorkan seluruh inti cerita, membuat pengalaman menonton di bioskop menjadi kurang menarik dan minim kejutan emosional.
5. Kritik Tak Menyurutkan Harapan Publik terhadap Animator Lokal
Di balik banyaknya kritik, tetap ada apresiasi dan harapan agar animator Indonesia terus berkembang. Warganet berharap film animasi lokal bisa bersaing dan mencuri perhatian tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di level internasional.