Film Merah Putih: One For All Habiskan Rp 6 M tapi Kualitas Buruk, Wamen Irene Bantah Ikut Danai

Yazir F Suara.Com
Senin, 11 Agustus 2025 | 15:07 WIB
Film Merah Putih: One For All Habiskan Rp 6 M tapi Kualitas Buruk, Wamen Irene Bantah Ikut Danai
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Irene Umar (Dok. President University)

Suara.com - Film animasi Merah Putih: One For All yang digarap untuk menyambut HUT ke-80 RI tengah jadi sorotan panas di media sosial.

Alih-alih dipuji, film bertema kebangsaan ini malah menuai kritik warganet karena kualitas grafis yang dinilai seadanya, padahal akan tayang di bioskop.

Film yang disutradarai dan ditulis oleh Endiarto dan Bintang, serta diproduseri oleh Toto Soegriwo ini, diklaim menghabiskan biaya produksi sebesar Rp6,7 miliar dengan waktu pengerjaan kurang dari satu bulan.

Jangka waktu pengerjaan yang sangat singkat ini memunculkan spekulasi di kalangan publik bahwa proyek tersebut dikerjakan terburu-buru, agar bisa tayang bertepatan dengan momen 17 Agustus.

Kualitas desain poster dan trailer yang dirilis dinilai tak mencerminkan biaya produksi. Wakil Menteri Ekonomi Kreatif RI, Irene Umar sampai ikut bersuara.

Ini berawal dari isu yang menyebut Kementerian Ekraf ikut membiayai film tersebut.

Lewat akun Instagram terverifikasi, Irene Umar mengklarifikasi isu mengucurkan bantuan finansial untuk Merah Putih: One For All.

Pernyataan Irene Umar Terkait Film Merah Putih: One For All
Pernyataan Irene Umar Terkait Film Merah Putih: One For All

Di Instagram Stories, ia mengucapkan selamat atas film Merah Putih One For All yang telah mendapat jadwal tayang di bioskop lalu meluruskan persoalan.

“Hai teman-teman Pejuang Ekraf, di manapun kalian berada semoga dalam keadaan sehat senantiasa. Lagi ramai dibincangkan tentang film One for All. Selamat atas penayangannya ya,” tulis Irene Umar, Minggu, 10 Agustus 2025 dengan latar biru muda.

Baca Juga: Wamenekraf Irene Umar: Edukasi Web3 Kunci Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia

Lebih lanjut, Irene mengakui menjalani audiensi dengan tim produksi film Merah Putih One For All. Ia tak menjelaskan kapan dan di mana persisnya audiensi dilakukan.

Namun, dalam pernyataannya tersebut, Irene Umar menyampaikan sejumlah masukan untuk tim Merah Putih One For All.

“Sedikit berbagi: Saya sendiri menerima audiensi tim produksi film beberapa waktu yang lalu di mana saya menyampaikan beberapa masukan dari saya termasuk yang technical terkait cerita karakter looks and feels, trailer, dan lain-lain,” bebernya.

“Hal ini selalu saya lakukan di setiap audiensi dengan semua pihak supaya setiap audiensi saya bisa mendengar langsung dari pelaku industri dan memberikan feedback based on my experience,” sambungnya.

Irene pun menegaskan bahwa semua pejuang Ekraf bebas berkarya selama memberi dampak positif.

Irene Umar berharap klarifikasi ini menjernihkan isu-isu yang tengah panas di lini masa jagat maya.

Irene Umar juga membantah memberi bantuan finansial dan fasilitas promosi.

"Namun kami tidak memberikan bantuan finasial dan tidak memberikan fasilitas promosi. Apabila kurang jelas, feel free untuk ditanyakan ya. terima kasih untuk semangat teman-teman yang ingin industri animasi dan film untuk terus maju," tandasnya.

Kontroversi Film Merah Putih: One For All

Film Merah Putih: One For All
Film Merah Putih: One For All

Untuk diketahui, film Merah Putih: One For All memang tengah menjadi sorotan tajam warganet dan menuai kontroversi besar, bahkan sebelum resmi tayang.

Film Merah Putih: One for All yang digadang-gadang akan memeriahkan peringatan HUT ke 80 RI ini justru mendapat kritik pedas dari warganet.

Kualitas film Merah Putih: One for All dinilai jauh di bawah ekspektasi, terutama jika melihat anggaran produksinya yang fantastis.

Kritik utama yang menghujam film ‘Merah Putih: One for All’ berawal dari trailer yang dirilis.

Banyak warganet yang menyamakan visual film ‘Merah Putih: One for All’ dengan grafis game PlayStation 2 atau animasi lawas di awal tahun 2000-an.

Karakter-karakter di dalam film dinilai kaku, minim ekspresi, dan pergerakannya terasa tidak alami.

Selain itu, ada pula menyamakan film ini dengan 'tugas PPKn anak SMA' karena alur ceritanya yang dinilai klise.

Kisah tentang anak-anak dari berbagai suku yang bersatu menyelamatkan bendera nasional dianggap kurang kreatif, terutama jika dibandingkan dengan narasi karya-karya animasi lokal lain yang lebih matang.

Kontributor : Anistya Yustika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI