Suara.com - Polemik kenaikan tunjangan perumahan bagi anggota DPR RI memicu perdebatan panas yang menyeret nama-nama dari dunia legislatif dan hiburan. Di tengah kritik publik yang deras, sutradara ternama Joko Anwar turut angkat bicara.
Jokan, demikan ia biasa disapa, melontarkan sindiran tajam yang ditujukan kepada aktris yang kini menjadi legislator, yakni Nafa Urbach.
Nafa diketahui membela kebijakan tersebut. Kritik Joko Anwar muncul sebagai respons langsung terhadap pernyataan Nafa Urbach yang viral di media sosial.
Melalui unggahan di InstaStory-nya, Joko Anwar membagikan tangkapan layar sebuah berita online berjudul, "Nafa Urbach bela kenaikan gaji DPR Rp50 juta: Tak dapat rumah dinas, Tinggal di Bintaro macet."

Tak hanya membagikan, Jokan menambahkan keterangan singkat namun menohok yang menyasar esensi masalah representasi politik.
"Makanya voters, pilih wakil di DPR yang pinter, jangan sekedar artis," tulis Joko Anwar.
Pernyataan ini sontak menjadi sorotan, karena tidak hanya mengkritik Nafa secara personal, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat dan otokritik bagi masyarakat luas mengenai pentingnya selektivitas dalam memilih wakil rakyat.
Sebelumnya, Nafa Urbach, yang kini menjabat sebagai Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, menjadi pusat kontroversi setelah videonya beredar.
Dalam video tersebut, ia mencoba memberikan justifikasi atas kenaikan tunjangan perumahan yang mencapai Rp50 juta per bulan.
Baca Juga: Pasha Ungu Kepergok Tak Ikutan Joget di DPR, Dipuji Peka Terhadap Kondisi Rakyat
Menurutnya, kebijakan ini wajar karena anggota dewan tidak lagi menerima fasilitas rumah dinas.
"Banyak sekali anggota dewan yang dari luar kota," uajrNafa, menjelaskan bahwa mereka membutuhkan biaya untuk menyewa tempat tinggal di dekat Kompleks Parlemen Senayan agar mobilitas kerja menjadi lebih mudah.
Namun, argumen yang paling memicu reaksi publik adalah ketika Nafa menggunakan pengalaman pribadinya sebagai contoh.
Ia mengeluhkan kemacetan lalu lintas yang harus ia hadapi dalam perjalanan dari kediamannya di Bintaro menuju kantor.
"Saya saja yang dari Bintaro, itu macetnya luar biasa. Ini sudah setengah jam macet," ucapnya.

Keluhan ini dianggap tidak sensitif dan semakin mengobarkan amarah publik, yang merasa para wakil rakyat telah kehilangan empati terhadap kesulitan yang dihadapi masyarakat sehari-hari.
Di saat banyak warga berjuang dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan tantangan ekonomi, pembelaan terhadap kenaikan tunjangan dianggap sebagai cerminan nyata adanya kesenjangan antara elite politik dan rakyat yang diwakilinya.
Pernyataan Joko Anwar pun menjadi representasi suara kekecewaan publik.
Sentilannya membuka kembali diskursus lama mengenai fenomena artis yang beralih profesi menjadi politisi,.
Selain itu mempertanyakan apakah popularitas semata cukup menjadi modal untuk mengemban amanah sebagai penyambung lidah rakyat.