Berbagai temuan ini semakin memperkuat klaim bahwa rokok elektrik dapat menjadi salah satu cara untuk membantu perokok berhenti dari kebiasaannya.
Di sisi lain, hasil review sistematik terhadap rokok elektrik menunjukkan bahwa: pertama, rokok elektrik berisi ekstrak tembakau, dan beberapa masih mengandung nikotin. Kedua, rokok elektrik banyak diproduksi oleh industri tembakau. Ketiga, rokok elektrik tetap memberikan pajanan kimiawi. Keempat, asap rokok elektrik juga tetap memberikan pajanan kimiawi, yang berdampak bagi tubuh perokok maupun orang-orang di lingkungan sekitar. Kelima, beberapa perokok menggunakan rokok elektrik sebagai jembatan untuk berhenti, akan tetapi rekomendasi para dokter di barat dan hasil kajian rokok elektrik sebaiknya tidak digunakan dalam usaha berhenti merokok.
Mengapa? Efek samping penggunaan rokok elektrik belum jelas, pemeritah belum memiliki kontrol/regulasi yang jelas, serta kajiannya pun belum efektif. Berbagai riset mengenai rokok elektrik memang telah dilakukan di Inggris, namun masih memerlukan kajian review jangka panjang.
Usaha untuk berhenti merokok memang bisa dilakukan melalui berbagai cara. Mulai dari berhenti secara langsung, menjalani terapi, maupun menggunakan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy/NRT). NRT sebagai salah satu bentuk terapi ini seringkali disalahartikan sebagai upaya permisif untuk mengkonsumsi rokok jenis baru semacam rokok elektrik, rokok elektrik dan lain sebagainya, padahal bukan.
Penggunaan NRT masih dibawah kendali medis dengan dosis yang telah diatur sedemikian rupa. Upaya ini pun tidak berdiri sendiri, karena berdampingan dengan intervensi atau terapi perilaku untuk perokok.
Di sisi lain, Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) yang sering dikenal sebagai rokok elektrik juga diklaim sebagai alternatif cara untuk berhenti merokok secara bertahap. Namun, beberapa ahli telah menyangkalnya, karena dianggap belum memiliki keamanan yang cukup adekuat termasuk potensi kerugian yang dihasilkan, efektifitas ENDS masih diragukan, regulasi lemah dan masih terbentur aspek etis.
Para ahli di Indonesia sejatinya lebih mengarahkan perokok untuk menjalani terapi henti rokok di Klinik Berhenti Merokok, bukan malah beralih mengkonsumsi rokok jenis lain. Saat ini Yogyakarta telah memiliki Klinik Berhenti Merokok. Klinik berhenti merokok ini mengembangkan terapi perilaku dengan modifikasi/penyederhanaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) bagi perokok dengan prinsip 5A yakni: Ask, Advice, Assess, Assist dan Arrange; serta 5R yakni: relevance, risk, reward, roadblock dan repetition).
Sebagai upaya terapi 5A dan 5R, petugas terapi akan menanyakan tentang riwayat merokok dan kebiasaan terkait dengan merokok, memberikan edukasi dan penjelasan terkait dengan akibat merokok, serta melakukan pengkajian keinginan untuk berhenti merokok dan keuntungan berhenti merokok.
Selain itu, petugas juga berupaya membantu perokok untuk mengidentifikasi cara untuk berhenti merokok, sekaligus mengantisipasi gejala pemutusan obat dan merencanakan pertemuan lanjutan untuk memonitor usaha untuk berhenti.
Baca Juga: Hii, Efek Samping Rokok Elektrik Bikin Luka Susah Sembuh
Selain itu, prinsip 5R menekankan pada: Pertama, upaya untuk mendiskusikan kaitan antara berhenti merokok dengan keadaan saat ini seperti kesehatan maupun keinginan diri ataupun keluarga. Kedua, menjelaskan risiko jika meneruskan kebiasaan merokok, bahkan risiko jika berhenti. Ketiga, mengidentifikasi dampak positif dari berhenti merokok (sisi kesehatan, sosial, ekonomi). Keempat, mendiskusikan hambatan yang mungkin terjadi selama usaha berhenti merokok, misal: cemas. Dan kelima, mengingatkan kembali bahwa dalam usaha berhenti merokok disarankan untuk diulang beberapa kali. Terapi ini terbukti aman dan bertahan dalam jangka panjang.
Terapi NRT telah didorong Pemerintah sebagai salah satu pendekatan untuk membantu perokok berhenti. Pendekatan ini juga telah digunakan dalam berbagai layanan Klinik Berhenti Merokok.