Suara.com - Sekolah tak lagi cukup hanya sebagai tempat belajar. Ia harus berkembang menjadi ruang aman yang mendukung kesehatan mental dan pertumbuhan emosional anak.
Inilah pesan utama dari Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K), mantan Menteri Kesehatan RI sekaligus inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Keswa), dalam acara Mental Health Unplugged: Stories, Chats, and Laughs yang digelar oleh Sinarmas World Academy (SWA) bersama Kaukus Keswa.
“Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi harus menjadi lingkungan yang membina pertumbuhan emosional dan psikologis anak,” ujar Prof. Nila dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Suara.com baru-baru ini.
Acara ini menjadi pengingat bahwa persoalan kesehatan mental remaja tak bisa lagi dianggap sepele.

WHO mencatat, satu dari tujuh remaja di dunia menghadapi tantangan kesehatan mental. Artinya, ini masalah yang sangat nyata.
Prof. Nila menekankan perlunya kolaborasi menyeluruh. “Kolaborasi keluarga, sekolah, dan komunitas sangat penting agar remaja merasa aman untuk mengekspresikan diri dan mencari dukungan,” tegasnya.
Lewat kegiatan seperti ini, SWA mencoba menghadirkan ruang diskusi yang terbuka dan menyenangkan. Acara berlangsung interaktif, dipandu moderator Reno Fenady, dan menghadirkan tokoh dari berbagai latar belakang—dari dunia medis, seni, hingga aktivisme.
Dr. dr. Ray Basrowi, MKK, FRSPH, dari Kaukus Keswa turut hadir menyampaikan pendekatan strategis menghadapi tantangan kesehatan jiwa di kalangan muda. Bersama Ray, tampil juga Inaya Wahid dan komika Mo Sidik.
Inaya berbagi cerita personal soal pentingnya berani meminta pertolongan.
Baca Juga: Satu Remaja Tewas Kena Bacok Saat Tawuran di Jalan Raya Kampung Tengah Jaktim
“Tidak ada yang salah dengan merasa lelah atau terpuruk. Yang penting, kita mau bicara, meminta bantuan, dan saling mendukung. Dukungan lingkungan, baik keluarga maupun sekolah, adalah kunci,” tuturnya.
Sementara Mo Sidik mengajak audiens melihat sisi ringan dalam menghadapi tekanan hidup. Dengan gaya khasnya, ia berkata, “Tertawa memang bukan solusi semua masalah, tapi kadang, lewat humor kita bisa menerima diri sendiri dan menjalani hidup lebih ringan. Jangan ragu untuk mencari kebahagiaan di tengah kesibukan belajar.”
General Manager SWA, Deddy Djaja Ria, menegaskan bahwa sekolahnya serius membangun pendekatan pendidikan yang menyeluruh. “Kami ingin siswa tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga siap menghadapi tantangan hidup,” ucapnya.
Prof. Nila menilai inisiatif ini penting untuk membangun budaya empati sejak dini. Edukasi yang menyenangkan dan mudah dicerna membuat kesehatan mental lebih mudah dibicarakan. “Diskusi terbuka dan edukasi seperti ini penting agar kesehatan mental menjadi fondasi generasi Indonesia yang tangguh dan penuh harapan,” lanjutnya.
Tak hanya siswa, para orang tua pun diajak terlibat aktif. Salah satunya, Dwi Haryani, yang hadir dan mengaku mendapat banyak wawasan baru.
“Kadang kita sebagai orang tua terlalu sibuk mengejar keberhasilan anak secara akademis, tapi lupa bahwa mereka juga butuh ruang untuk merasa aman dan didengar. Acara ini membuka mata saya, bahwa kesehatan mental bukan sekadar isu anak, tapi juga tanggung jawab kita sebagai keluarga,” ujarnya.