Suara.com - Sudah 13 tahun terakhir, komunitas warga lereng lima gunung di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mengelar acara tahunan
"Festival Lima Gunung". Dan tahun ini festival yang diikuti komunitas Seniman dan petani di lereng Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh itu akan digelar Sabtu-Minggu (23-24/8/2014) ini.
Pada 2014 sebagai penyelenggaraan tahun ke-13, akan berlangsung di Gunung Merbabu tepatnya di Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Berbagai kegiatan akan digelar dalam Festival Lima Gunung ke-13 ini, seperti kirab budaya para seniman Komunitas Lima Gunung, orasi budaya, pemukulan gong oleh para petinggi komunitas, pentas berbagai kesenian tradisional dan kontemporer oleh para seniman petani komunitas lima gunung dan mereka yang berasal dari berbagai kota.
Dalam kesempatan itu juga akan diluncurkan buku "Sanak kadang" yang berisi kumpulan tulisan tentang kegiatan seni dan budaya Komunitas Lima Gunung selama beberapa tahun terakhir.
Festival ini digelar secara mandiri oleh warga setempat, tanpa bantuan sponsor, donatur, maupun pemerintah. Semangat kepemilikan bersama terhadap Festival Lima Gunung, dinilai menjadi kekuatan utama penyelenggaraan kegiatan tahunan ini.
"Rasa kepemilikan atau melu handarbeni atas peristiwa inilah yang membuat Festival Lima Gunung dapat bertahan hingga saat ini," ujar Memet Chairul Slamet, pengamat seni Institut Seni Indonesia (ISI), Selasa (19/8/2014).
Memet mengemukakan Festival Lima Gunung melibatkan banyak komunitas, tak hanya diikuti kelompok-kelompok di Komunitas Lima Gunung, tetapi juga jejaring mereka di berbagai kota dan bahkan luar negeri.
"Itulah kiranya yang membuat festival itu terus menerus ingin diselenggarakan. Mereka selenggarakan dengan mandiri dan mampu
bertahan dengan apa adanya, dan sangat natural," papar Memet.
Bahkan, Festival Lima Gunung buka semata-pesta kesenian orang dusun di kawasan lima gunung di Kabupaten Magelang itu, tetapi sebuah perayaan kebudayaan. Ia mengemukakan penyelenggaraan festival mereka tidak tergantung kepada individu-individu di dalamnya, melainkan kebersamaan di antara mereka, termasuk dengan jejaringnya.
Memet menambahkan berbagai usaha oleh komunitas lima gunung untuk terus mengembangkan relasi dan memperkuat jalinan komunikasi antarkomunitas, serta saling menghargai keberadaan di antara mereka, akan terus membuat festival itu menjadi ajang yang ditunggu-tunggu.
Pada kesempatan lain, sutradara Garin Nugroho menyebut jarang festival dalam skala besar di Indonesia mampu diselenggarakan
secara rutin dan mandiri, dan bertahan lebih dari 10 tahun, seperti halnya Festival Lima Gunung.
"Sebuah festival besar atau yang lebih besar, uang menjadi faktor penting. tetapi modal terbesar dalam Festival Lima Gunung bukan uang, melainkan kekuatan persaudaraan masyarakat gunung dalam komunitas ini," katanya.
Ia menyebut festival itu seakan ingin menanamkan dalam hati siapa saja bahwa gunung sebagai tempat terbaik di bumi. Orang kota, katanya, umumnya menganggap letusan gunung sebagai bencana, tetapi orang gunung memandang sebagai siklus hidup. (Antara)