2. Coba berkomunikasi
Komunikasi menjadi cara korban untuk mengungkapkan perasaan yang dialaminya. Beritahu orang tersebut kalau apa yang dibicarakan tidak akan dibongkar kepada orang lain. Pasalnya, korban KDRT akan sangat berisiko menarik diri. Untuk itu, cobalah berkomunikasi secara perlahan.
3. Jangan menghakimi
Saat mendengarkan cerita korban, usahakan untuk tidak menghakiminya. Penting juga untuk tidak memberikan nasihat jika tidak diminta. Mereka yang menjadi korban biasanya hanya ingin didengarkan untuk melampiaskan perasaan dan rasa takutnya.
4. Pelajari tanda bahaya
![tasyakuran pernikahan Venna Melinda dan Ferry Irawan di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Jumat (25/3/2022) [Suara.com/Rena Pangesti]](https://media.suara.com/pictures/original/2022/03/26/85897-venna-melinda-dan-ferry-irawan.jpg)
Mereka yang mengalami KDRT terkadang menutup dirinya dan tidak ingin mengungkapkan kejadian tersebut. Namun, mereka yang mengalami KDRT biasanya menunjukkan berbagai tanda di antaranya mata menghitam, bibir pecah, leher merah atau ungu, hingga memar di lengan.
Untuk tanda emosional juga dapat terlihat seperti kepercayaan diri menurut, perasaan menyesal, rasa takut, adanya perubahan tidur dan makan, gelisah serta cemas, penyalahgunaan zat terlarang, depresi, kehilangan minat aktivitas.
Tidak hanya itu, mereka juga dapat berubah secara perilaku seperti menarik diri, tiba-tiba membatalkan janji, sering terlambat, menjaga privasi berlebihan, serta mengisolasi dari teman maupun keluarga.
5. Percaya dengannya
Para korban KDRT memiliki keinginan untuk dipercaya apa yang dialaminya. Pasalnya, ketika mereka tidak dipercaya ini akan memengaruhi emosionalnya. Apalagi, mereka telah mendapatkan kekerasan fisik juga. Oleh sebab itu, yakinkan pada korban KDRT jika apa yang diungkapkannya itu dipercaya.