Isi Nota Pembelaan Jessica Wongso yang Dianggap Hakim Bohong, Sandiwara, dan Tak Nyambung

Farah Nabilla Suara.Com
Kamis, 05 Oktober 2023 | 10:30 WIB
Isi Nota Pembelaan Jessica Wongso yang Dianggap Hakim Bohong, Sandiwara, dan Tak Nyambung
Terdakwa Jessica Kumala Wongso menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis (27/10). [Suara.com/Kurniawan Mas'ud] (suara.com/Kurniawan Mas'ud)

Suara.com - Film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso membuka kembali momen-momen persidangan kasus kopi sianida.

Dalam nota pembelaan atau pledoinya, Jessica Wongso sempat dituduh hakim bohong dan sandiwara. Selain itu hakim juga menilai isi pledoi Jessica tidak berkesinambungan dengan pokok perkara.

Tak cuma itu, tangisan Jessica pun dinilai hanya rekayasa oleh majelis hakim.

"Majelis hakim menilai itu tidak tulus. Hanya sandiwara. Sebab selama pembacaan pledoi tidak sedikit pun terdakwa meneteskan air mata dan mengeluarkan cairan dari hidung," kata ahakim Binsar Gultom pada 17 Oktober 2016 silam.

Lantas apa saja isi nota pembelaan Jessica Wongso tersebut? Berikut isi lengkapnya.

"Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini.”

“Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetap sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu.”

“Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapapun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna.”

“Bagaimanapun juga saya tidak membunuh Mirna jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah. Saya mengerti kesedihan mereka dan saya pun merasa sangat kehilangan, tapi saya pun dituduh membunuh yang saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.”

Baca Juga: 4 Kejanggalan Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso, Ayah Mirna Balik Dicurigai Netizen

“Sebelum kejadian saya tidak mendapatkan firasat apapun yang menunjukkan kalau hari itu akan merubah hidup banyak orang. Semua hal yang saya lakukan dan tidak saya lakukan dibesar-besarkan, seluruh rakyat Indonesia menghakimi saya.”

“Semua tuduhan kejam berdasarkan tuduhan yang saya tidak mengerti. Tapi membuat semua orang percaya kalau saya seorang pembunuh. Keluarga saya dipojokkan dan kami dibuat sangat menderita.”

“Yang Mulia, sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun dalam kopi yang diminum Mirna.”

“Seringkali saya berpikir apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah semuanya. Pikiran ini membuat saya sangat sedih dan tertekan. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa berupaya untuk membela diri. Walaupun kenyataan hidup saya sangat mengerikan tapi saya yakin kalau Tuhan mendengar doa saya karena ini doa orang benar yang tertindas.”

“Pada hari kematian Mirna mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai. Sejak di rumah duka saya sudah dituduh menaruh sesuatu di kopinya Mirna lalu polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.”

“Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh. Setelah itu saya ditangkap di hotel dimana saya dituduh lagi mencoba untuk kabur, padahal waktu itu kami hanya mencari ketenangan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan di rumah lagi. Untuk keluar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat. Mereka terus menerus menyuruh saya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.”

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI