Doom Spending Artinya Apa? Tren Berbahaya yang Bisa Memiskinkan Generasi Z dan Milenial

Rifan Aditya Suara.Com
Minggu, 29 September 2024 | 16:32 WIB
Doom Spending Artinya Apa? Tren Berbahaya yang Bisa Memiskinkan Generasi Z dan Milenial
Doom Spending Artinya Apa? (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa pada Agustus 2023, total pinjaman melalui fintech lending mencapai Rp20,53 triliun, dengan 60 persen pengguna berasal dari milenial dan generasi Z yang berusia 19-34 tahun.

Fenomena doom spending ini menimbulkan kekhawatiran bahwa generasi muda tidak hanya menghadapi tekanan ekonomi, tetapi juga berisiko terjerat hutang yang dapat memperburuk kondisi keuangan mereka di masa depan.

Cara Menghindari Doom Spending

Mengutip dari aboutschwab.com, ada beberapa cara yang dapat diterapkan agar terhindar dari tren doom spending.

1. Batasi Pengeluaran yang Tidak Penting

Pemborosan sering terjadi ketika seseorang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Anda bisa membatasi pengeluaran agar tidak impulsif saat berbelanja.

Salah satu caranya adalah dengan membuat "penghalang". Misalnya dengan menghapus data kartu kredit di e-commerce, dan beralih menggunakan uang tunai untuk pembayaran saat berbelanja di gerai atau toko.

Untuk pembelian online, pertimbangkan untuk berhenti sejenak selama 24 jam sebelum mengklik "bayar sekarang". Anda mungkin menyadari bahwa Anda bahkan tidak menginginkan barang yang Anda lihat saat berselancar di e-commerce saat larut malam.

2. Ubah Kebiasaan dalam Bermedia Sosial

Pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting memiliki akar yang sama dengan doomscrolling, di mana orang-orang terus-menerus berkubang dalam berita buruk di media sosial atau situs web berita.

Baca Juga: Bisa Bikin Miskin Milenial dan Gen Z, Apa yang Memicu Doom Spending?

Meskipun mengikuti perkembangan terkini itu penting, membaca dan menonton terlalu banyak konten tentang topik-topik berat dapat memperkuat persepsi bahwa tidak ada alasan untuk merencanakan masa depan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI