Meskipun ada 20 petugas keamanan yang berjaga, mereka tidak mampu mengendalikan ribuan warga yang memperebutkan makanan tersebut. Kejadian ini pun menjadi viral di media sosial, menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
Beberapa pihak menilai insiden ini sebagai kesalahan dalam manajemen acara, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk ketidakdisiplinan masyarakat.
Namun, bagi SMB IV, kejadian ini bukan sekadar insiden biasa. Ia menilai bahwa aksi tersebut merusak citra Palembang dan mencoreng budaya lokal. Dalam pernyataannya yang tegas, SMB IV mengatakan,
"Jika Willie tidak memenuhi tuntutan kami, kami akan mengutuk Willie dan mengharamkannya datang ke wilayah kami sepanjang hidupnya," kata dia.
Pernyataan ini menegaskan bahwa SMB IV tidak main-main dalam menjaga kehormatan daerahnya. Sebagai pemimpin kesultanan, ia melihat insiden ini sebagai bentuk kelalaian yang tidak dapat ditoleransi, terutama karena menciptakan kesan negatif terhadap warga Palembang.
Sebagai pemimpin kesultanan, SMB IV memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga warisan budaya Palembang. Ia aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan dan hukum, termasuk sebagai pembina di Ikatan Guru Sejarah Indonesia (IGSI).
Perannya tidak hanya sebatas menjaga adat istiadat, tetapi juga memastikan bahwa Palembang tetap dikenal sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan sosial.
Insiden rendang yang terjadi dengan Willie Salim mungkin hanya satu dari sekian banyak tantangan yang dihadapi SMB IV sebagai Sultan. Namun, reaksinya menunjukkan bahwa ia adalah pemimpin yang tidak ragu untuk mengambil tindakan demi menjaga martabat dan budaya daerahnya.
Baca Juga: Tak Kapok Insiden Masak Rendang di Palembang Panen Kritik, Willie Salim Siap Buat Konten Masak Lagi