Suara.com - Kekayaan Setya Novanto dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kembali menjadi sorotan, terutama setelah dia menerima remisi atau pengurangan masa hukuman. Terbaru, mantan Ketua DPR RI ini mendapatkan remisi khusus Idul Fitri 2025.
Ini bukan kali pertama Setya Novanto mendapatkan remisi. Sejak tahun 2023, dia telah menerima remisi Idulfitri sebanyak tiga kali. Pada Idul Fitri 2023 dan 2024, dia juga mendapatkan potongan masa hukuman masing-masing 30 hari atau satu bulan.
Selain remisi Idul Fitri, Setya Novanto juga menerima remisi saat peringatan HUT ke-78 RI pada 17 Agustus 2023, yaitu berupa potongan hukuman selama 90 hari atau tiga bulan.
Lantas berapa kekayaan Setya Novanto di LHKPN? Simak penjelasan berikut ini.
Kekayaan Setya Novanto di LHKPN
![Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto saat menghadiri sidang pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/8).[Suara.com/Arya Manggala]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/08/28/19682-setya-novanto.jpg)
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 2015, kekayaan Setya Novanto atau Setnov tercatat mencapai Rp114,769 miliar dan 49.150 dolar AS. Harta itu meliputi tanah dan bangunan yang tersebar di berbagai lokasi, kendaraan, serta surat berharga.
Dari website resmi LHKPN, Setya Novanto sempat melaporkan kekayaannya ketika jadi ketua DPR RI periode 2014-2019. Dalam laporan, ada 2 waktu yang ditunjukkan saat pelaporan harta kekayaan Setya Novanto yakni 28 Desember 2009 dan 13 April 2015. Dijelaskan bahwa laporan ini adalah perubahan atas LHPN yang telah dilaporkan sebelumnya.
Dari laporan itu terungkap bahwa aset tanah dan bangunan milik Setya Novanto pada 28 Desember 2009 adalah Rp49.069.974.000 (Rp49 miliar) sedangkan pada 13 April 2015 naik jadi 81.736.583.000 (Rp81,7 miliar).
Selain itu, ada aset berupa alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp 3.027.900.000 (Rp3 miliar) pada 28 Desember 2009 dan menyusut jadi Rp 2.353.000.000 (Rp2,3 miliar) pada 13 April 2015.
Ada juga harta bergerak lainnya senilai total Rp1.344.422.500 (Rp1,3 miliar) pada 28 Desember 2009 yang menurun jadi Rp932.500.000 (Rp932 juta) di 13 April 2015. Selanjutnya ada surat berharga senilai Rp6.513.825.948 (Rp6,5 miliar) kemudian naik jadi Rp8.450.000.000 (Rp8,4 miliar).
Baca Juga: 7 Potret Zaskia Gotik Melahirkan Anak Ketiga, Namanya Bernuansa Idul Fitri
Berikutnya ada harta giro dan setara kas lainnya senilai Rp13.833.605.603 (Rp13,8 miliar) yang bertambah jadi Rp21.297.209.837 (Rp21,2 miliar).
Dalam laporan ini, Setya Novanto tidak miliki piutang dan utang sehingga total kekayaan bersihnya adalah Rp 73.789.728.051 (Rp73,7 miliar) dan 17.781 dolar AS pada 28 Desember 2009 dan meningkat jadi Rp114.769.292.837 (Rp114,7 miliar) dan 49.150 dolar AS di 13 April 2015.
Kasus Korupsi E-KTP Setya Novanto

Setya Novanto atau akrab disapa Setnov, adalah narapidana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun. Kasusnya sempat menghebohkan publik karena beberapa kali upayanya mengelabui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari panggilan pemeriksaan.
Salah satu drama yang mencuat adalah kecelakaan yang diklaim membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Pengacaranya saat itu, Fredrich Yunadi, menyebut Setnov mengalami benjol di kepala sebesar bakpao. Namun belakangan diketahui bahwa kecelakaan tersebut hanyalah rekayasa.
Proses hukum kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setnov terbilang panjang dan berliku. Pada 17 Juli 2017, dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun pada 29 September 2017, Setnov memenangkan sidang praperadilan, dan status tersangkanya dinyatakan tidak sah. KPK lantas melakukan penyelidikan baru pada 5 Oktober 2017.
Dalam penyelidikan itu, KPK memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan bukti-bukti terkait. Setnov dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan dengan alasan tugas dinas pada 13 dan 18 Oktober 2017. KPK lalu kembali menetapkan Setnov sebagai tersangka pada 10 November 2017.
KPK melakukan penjemputan paksa terhadap Setnov pada 15 November 2017 karena 3 kali mangkir dari panggilan. Penyidik KPK mendatangi kediamannya di Jakarta Selatan, namun Setnov tidak ditemukan. KPK kemudian memasukkan Setnov ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Keesokan harinya, pada 16 November 2017, Setnov dilarikan ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau setelah mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan tunggal. Pengacaranya menyebut dahi Setnov benjol sebesar bakpao. Namun, kecelakaan ini belakangan diketahui sebagai upaya Setnov untuk mengelabui KPK.
Pada 17 November 2017, KPK menahan Setnov sebagai tersangka. Namun karena kondisi kesehatannya, dia dibantarkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pada 7 Desember 2017, sidang perdana praperadilan Setnov digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 29 Maret 2018, Setnov dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi dalam proyek e-KTP.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Setnov dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Dalam kasus ini, Setnov dinilai menguntungkan diri sendiri sebesar US$7,3 juta dan menerima jam tangan Richard Mille senilai US$135 ribu dari proyek e-KTP.
Jaksa juga menuntut Setnov untuk membayar uang pengganti sebesar US$7,435 juta dikurangi Rp5 miliar. Tapi kemudian Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Setnov.
Kontributor : Trias Rohmadoni