suara hijau

Ancaman di Depan Mata, Siapkah Kurikulum Pendidikan Indonesia Bantu Anak Hadapi Krisis Iklim?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 15 Mei 2025 | 12:48 WIB
Ancaman di Depan Mata, Siapkah Kurikulum Pendidikan Indonesia Bantu Anak Hadapi Krisis Iklim?
Ilustrasi pendidikan di sekolah dasar.(Pixabay.com/Aditiotantra)

Suara.com - Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menjadikan pendidikan perubahan iklim sebagai prioritas nasional.

Sebuah studi berjudul Climate Change Education in Indonesia’s Formal Education: A Policy Analysis oleh Kelvin Tang, kandidat PhD dari University of Tokyo, menemukan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pendidikan dan kebijakan iklim.

Hal ini menyebabkan pendidikan perubahan iklim belum terintegrasi secara utuh dalam sistem pendidikan formal.

Namun, kondisi ini mulai berubah. Pemerintah menunjukkan komitmennya dengan mulai mengintegrasikan pendidikan perubahan iklim ke dalam kurikulum nasional sejak 2024.

Upaya ini bertujuan menyiapkan generasi muda yang tidak hanya sadar lingkungan, tetapi juga mampu menghadapi dampak krisis iklim dan berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan.

Ilustrasi krisis iklim. (unsplash.com)
Ilustrasi krisis iklim. (unsplash.com)

Direktur Mobilisasi Sumber Daya Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Franky Zamzani, menjelaskan bahwa tantangan krisis iklim sangat nyata, terutama bagi anak-anak.

Merujuk pada laporan UNICEF tahun 2021, lebih dari 1 miliar anak di dunia hidup di wilayah yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

“Perubahan besar harus dimulai dari pendidikan. Dari rumah dan sekolah, dengan kebiasaan-kebiasaan kecil seperti mengurangi plastik sekali pakai hingga menggunakan transportasi umum,” ujarnya seperti dikutip dari ANTARA.

Kementerian Pendidikan, lewat Kemendikdasmen, merespons tantangan ini dengan prinsip RAMAH—Relevan, Afektif, Merujuk Pengetahuan, Aksi Nyata, dan Holistik. Kurikulum didesain agar siswa tak hanya memahami isu lingkungan secara teori, tetapi juga tergerak melakukan aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga: Mendagri Tito Curhat Bandingkan Kualitas Sekolah Anak di Indonesia dengan Singapura: Jakarta Mahal

Ketua Tim Kerja Pembelajaran, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, Nur Rofika Ayu Shinta, menjelaskan bahwa kerja sama dengan UNESCO juga menjadi bagian penting dari inisiatif ini. Fokusnya tidak hanya pada siswa, tetapi juga pada peningkatan kapasitas guru dan sekolah.

“Kurikulum ini menjadi landasan agar siswa mampu bertindak, walau dimulai dari hal kecil. Kami ingin mereka merasa bisa berkontribusi, bukan terbebani,” katanya.

Lebih dari itu, pendidikan perubahan iklim juga diarahkan untuk membuka peluang baru. Siswa didorong untuk melihat potensi di sektor ekonomi hijau, seperti energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, hingga teknologi ramah lingkungan. Ini bukan sekadar pembelajaran, tetapi investasi masa depan.

Prosesnya masih panjang, dan tantangan belum selesai. Namun, dengan pendekatan berbasis data, keterlibatan komunitas, dan pelatihan untuk pendidik, pemerintah berharap pendidikan perubahan iklim dapat membentuk budaya sekolah yang sadar lingkungan dan menjadi bagian dari sistem pendidikan yang berkelanjutan.

Mulai tunjukkan komitmen

Meski belum ideal, tanda-tanda perubahan mulai terlihat. Kelvin Tang, kandidat PhD dari University of Tokyo, menilai bahwa Indonesia kini mulai menunjukkan komitmen awal dalam memasukkan pendidikan perubahan iklim ke sistem pendidikan formal.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI