"Ya memang ini sudah salah satu situasi yang sudah harus saya persiapkan sejak lama dari tahun 2015, terus saya melakukan perlawanan hukum," ungkap Atalarik Syach, dilansir pada 16 Mei 2025.
Dede Tasno dalam gugatannya mengklaim bahwa tanah seluas 7000 meter persegi itu miliknya. Kenyataannya Atalarik sudah resmi membeli tanah tersebut pada tahun 2000.
Proses panjang melelahkan yang dilakukan Atalarik dalam melawan penggugat berujung pada kepahitan. Enam tahun berselang, tepatnya tahun 2021, Pengadilan Negeri Cibinong menyatakan kalau tanah tersebut milik Dede Tasno.
Keputusan itu sontak membuat Atalarik kaget dan heran. Padahal tanah sudah menjadi miliknya, terdaftar resmi di BPN, tapi saat melakukan perlawanan, seolah bukti yang dimiliki tidak kuat.
"Sampai di 2002 itu, surat-suratnya sudah ada. Saya baru bangun pagar-pagar itu di 2003," ujar Atalarik.
Kondisi tanah yang sudah bersertifikat membuat Atalarik mantap perlahan-lahan membangun rumah idaman. Namun, seiring berjalannya waktu malah ia dirugikan.
"Jadi yang merasa tertipu itu siapa? Ini sistem yang bikin saya dirugikan dan kalah banget," ucapnya.
Proses pembongkaran rumah masih terus berjalan, hingga Atalarik berserah, namun tetap berusaha melakukan negosiasi terbaik bersama kuasa hukumnya.
Pihak PN Cibinong yang diwakili Eko Suharjono sebagai Panitera ikut angkat bicara terkait pembongkaran hunian di atas tanah sengketa tersebut.
Baca Juga: Ikut Adang Eksekusi Rumah Atalarik Syach yang Sengketa, Keponakan Sang Artis Diduga Dipukul Petugas
Ia mengungkapkan bahwa apa yang saat ini sedang berlangsung itu murni dari permintaan penggugat yakni Dede Tasno. Sehingga pembongkaran tetap berjalan terus.