Tak cuma seleb, bahkan kita orang-orang biasa pun banyak yang memilih untuk memiliki second account.
Melansir The New York Times, akun kedua atau “finsta” (fake Instagram) telah menjadi fenomena sosial yang menjamur, terutama di kalangan Gen Z.
“Finsta tidak selalu tentang kepalsuan mereka, hal ini tentang menjadi nyata dengan beberapa orang terpilih,” ujar Taylor Lorenz, jurnalis teknologi dan budaya digital.
Fenomena ini menunjukkan adanya kebutuhan ruang aman digital, terutama di tengah tekanan untuk selalu tampil sempurna di dunia maya.
Banyak orang merasa bahwa akun utama telah menjadi etalase kehidupan yang harus dikurasi sedemikian rupa, mulai dari pemilihan filter, caption yang estetik, hingga mempertimbangkan siapa saja yang akan melihat unggahan mereka.
Dr. Pamela Rutledge, psikolog media asal Amerika Serikat, menyatakan bahwa media sosial bisa menjadi alat yang memberdayakan orang-orang, selama digunakan dengan kesadaran.
“Orang-orang mendambakan koneksi dan keaslian. Ruang pribadi seperti Close Friends memungkinkan orang-orang terutama perempuan muda untuk terhubung tanpa beban pemantauan diri yang terus-menerus,” ujarnya.
Tak bisa dimungkiri, second account sudah menjadi tempat berkeluh kesah tentang tekanan sosial, hubungan, dan pencarian jati diri.
Di balik unggahan itu, seringkali ada kebutuhan untuk didengar dan dimengerti, tanpa takut akan label atau stigma.
Baca Juga: Kasus Lesti Kejora Vs Yoni Dores Sudah Diprediksi Ariel NOAH Sejak Masalah Agnez Mo
Dalam ruang terbatas itu, siapa pun bisa jujur tentang bad day mereka, insecure terhadap tubuh, atau sekadar berbagi meme receh yang tak layak masuk feed utama.
Namun, meskipun tampak ideal, penting juga untuk menjaga batasan, apa yang dibagikan tetap bisa berdampak, bahkan pada lingkaran kecil sekalipun.
Bukan berarti ingin menutup-nutupi, melainkan ingin punya ruang bernapas di tengah dunia digital yang penuh tuntutan.
Karena kadang, menjadi nyata justru terasa paling nyaman saat hanya dilihat oleh yang benar-benar mengerti.
Dan second account bukan soal sembunyi, tapi soal menjaga kewarasan.
(Mauri Pertiwi)