Suara.com - Menunaikan haji di Tanah Suci bukan hanya sekadar ritual keagamaan semata, namun menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam untuk mengharap rida Allah SWT. Karena kewajiban ini merupakan perintah Allah SWT dan merupakan milik Allah SWT, dalam melaksanakannya pun harus dilakukan dengan ikhlas dan tulus hanya untuk Allah SWT.
Menunaikan ibadah haji merupakan wujud memenuhi rukun Islam kelima. Adapun perintah untuk menyempurkan ibadah haji ini tertuanh dalam surah Al-Baqarah ayat 196:
وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ ١٩٦
Artinya: "Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu'), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidil Haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Keras hukuman-Nya."
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa, hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi umat muslim yang mampu minimal seumur hidup sekali. Pelaksanaan haji dimulai sejak awal bulan Syawal hingga sebelum terbit fajar pada malam tanggal 9 Dzulhijjah untuk melakukan amalan-amalan yang termasuk ke dalam sunah haji. Lalu, jemaah harus melakukan rukun haji yang dilaksanakan pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijah setiap tahunnya.
Dalam melaksanakan ibadah haji bukan hanya tentang perjalanan fisik ke Mekkah saja. Jika tujuan dari perjalanan panjang tersebut hanya untuk berwisata, berdagang, atau tujuan duniawi lainnya, maka perjalanan itu tidak memiliki makna bahkan kehilangan esensinya. Haji menjadi perjalanan spiritual menuju ridha Allah SWT.
Karenannya, penting bagi umat Islam mengetahui tanda-tanda diterimanya ibadah haji oleh Allah SWT. Adapun orang yang berhasil menunaikan ibadah haji sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah disebut sebagai haji mabrur. Terdapat ganjaran atau pahala yang besar bagi pelaku haji mabrur.
Tanda-Tanda Diterimanya Ibadah Haji oleh Allah SWT
Melansir dari berbagai sumber, terdapat beberapa tanda-tanda diterimanya ibadah haji oleh Allah SWT. Beberapa tanda tersebut antara lain:
1. Allah SWT akan menutup aib-aib
Indikasi ibadah haji diterima oleh Allah SWT yang pertama yaitu Allah SWT akan menutup aib-aib kita dari pandangan manusia. Apabila seseorang setelah pulang haji namun sifat buruknya lebih terkenal di antara masyarakat, maka bisa dinilai sejauh mana ibadah haji yang dijalaninya.
Baca Juga: Aturan Membawa Air Zamzam ke Indonesia Sebagai Oleh-Oleh, Jangan Sembarangan!
2. Allah memberikan taufik kepadanya agar bisa melakukan manasik yang sesuai syariat
Sesuai dengan tuntutan (syariat) Islam tanpa menguranginya, seseorang dapat denfan mudah melakukan manasik haji. Hal ini bisa terjadi karena sebelumnya ia menjauhi larangan Allah SWT ketika menunaikan ragkain ibadah haji di Tanah Suci. Ia melakukannya sesuai dengan tuntunan syariat.
3. Kembali (ke daerahnya) dengan keadaan agama yang lebih baik dari sebelumnya.
Seseorang yang setelah berhaji kembali dengan keadaan bertaubat dan istiqamah dalam ketaatan serta terus-menerus dalam keadaan ini, maka dapat menjadi indikasi bahwa hajinya mabrur atau diterma Allah SWT. Jadi jadikanlah ibadah haji sebagai momentum menuju kebaikan. Sebab hal ini dapat menjadi pemacu dari perbaikan perjalanan kehidupan.
4. Gemar sedekah dan berinfaq
Dalam surah Al-Imran ayat 134 dijelaskan bahwa:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
Artinya: "(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."
5. Bersikap adil terhadap sesuatu atau seseorang
Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berlaku adil. Apalagi ketika ia bersikap demikian setelah selesai menunaikan haji. Sikap ini dijelaskan dalam surah Al-Muntahanah ayat 8:
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ ٨
Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."
6. Berbakti kepada orang tua
Apabila ada seorang muslim yang telah menunaikan haji, namun setelah kembali ke Tanah Air tetap berlaku buruk terhadap orang tuanya, maka kemambruran hajinya jelas tidak bisa diraih.
Surah Al-Luqman ayat 15:
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ١٥
Artinya: "Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beritahukan kepadamu apa yang biasa kamu kerjakan."
7 Akhlak dan ketaqwaan meningkat
Seorang haji yang mabrur akan kembali ke tempat asalnya dengan perubahan yang signifikan dalam hal akhlak dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Ia akan menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, serta lebih ikhlas dalam menjalani tantangan hidup. Kebaikan akhlak ini bisa mencerminkan peningkatan kualitas spiritual yang didapatkannya setelah melaksanakan ibadah haji.
8. Menjauhi larangan
Tanda-tanda diterimanya ibadah haji oleh Allah SWT adalah tidak mengulang kembali kemaksiatan yang sudah dilakukan sebelumnya. Orang yang ibadah hajinya diterima akan berusaha sekeras mungkin untuk menjauhi segala bentuk perbuatan dosa dan kemaksiatan. Ia akan selalu berkomitmen untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah SWT dan merubah sikap buruknya.
9. Konsisten dalam ibadah
Seseorang yang hajinya mabrur juga ditandai dengan konsistensinya dalam menjalankan ibadah-ibadah wajib dan sunnah. Haji mabrur akan lebih rajin dalam melaksanakan sholat, puasa, sedekah, infaq dan berbagai amal ibadah lainnya.
10. Menebar sikap positif
Tanda-tanda diterimanya ibadah haji oleh Allah SWT tidak hanya perubahan dalam dirinya sendiri, namun juga bisa memberikan pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya. Seseorang bisa menjadi teladan bagi keluarga, tetangga, dan masyarakat dalam berperilaku baik dan taat kepada Allah SWT.
Bahkan leberadaannya membawa kebaikan dan keberkahan bagi orang-orang di sekitarnya. Imam al-Nawawi juga menekankan jika perubahan ini bukanlah hasil dari perjalanan fisik saja, namun merupakan hasil dari proses spiritual yang mendalam selama ibadah haji.
Demikian tanda-tanda diterimanya ibadah haji oleh Allah SWT. Pastikan Anda menjalani ibadah wajib ini dengan sungguh-sungguh dan niat untuk berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari