Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia

Dinda Rachmawati Suara.Com
Minggu, 01 Juni 2025 | 21:00 WIB
Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia
Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia (Dok. Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ubud yang tenang dan hijau kembali menjadi saksi perayaan budaya kuliner Indonesia yang kaya dan menggugah rasa. Dalam rangkaian Ubud Food Festival 2025 bertema Heritage, sebuah peluncuran buku yang sarat makna berlangsung hangat di Rumah Kayu, Sabtu (31/5) digelar.

Buku berjudul Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya ini merupakan hasil kolaborasi antara Omar Niode Foundation, Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia, dan Komunitas Food Blogger Indonesia.

Lebih dari sekadar buku resep, karya yang disunting oleh Amanda Katili Niode, Ph.D., ini adalah arsip kuliner yang menghidupkan kembali tradisi makan siang sebagai bagian dari identitas dan kebiasaan masyarakat Indonesia.

Acara peluncuran buku bilingual yang diterbitkan oleh Diomedia Publishing itu dibuka oleh Undri S.S., M.Si., Direktur Promosi Kebudayaan di Kementerian Kebudayaan, yang menegaskan dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya kuliner sebagai bagian dari diplomasi budaya Indonesia. 

Sambutannya menggarisbawahi pentingnya makanan tidak hanya sebagai produk konsumsi, tetapi juga sebagai cerminan nilai, sejarah, dan keragaman bangsa.

Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia (Dok. Istimewa)
Dari Papeda hingga Rujak Cingur: Kisah Kuliner Nusantara dalam Tradisi Makan Siang Indonesia (Dok. Istimewa)

Diskusi peluncuran yang dipandu oleh Robby Bagindo dari Masak TV dan Tastemade terasa akrab namun sarat makna. Tiga narasumber utama, Amanda Katili Niode, Mei Batubara, dan chef Harry Mangat mengajak hadirin merenungkan kembali makna makan siang sebagai ritual sosial dan ekspresi budaya.

Amanda, yang juga Ketua Omar Niode Foundation, menyampaikan bahwa buku ini bukan sekadar kumpulan resep, tetapi potret kehidupan masyarakat Indonesia yang penuh warna.

“Makan siang bukan hanya soal isi piring, tapi tentang kebersamaan, kreativitas lokal, dan ketahanan budaya. Dari meja makan, kita bisa melihat bagaimana masyarakat menjaga tradisinya, atau bagaimana tradisi itu beradaptasi,” ujarnya dalam siaran pers yang Suara.com terima pada Minggu (1/6/1025).

Ia juga menyebut keterlibatannya dalam buku At the Table karya Ken Albala, yang membahas budaya makan malam dari seluruh dunia, sebagai inspirasi untuk menyoroti pentingnya ritual makan siang di Indonesia.

Baca Juga: Ulasan Novel Practice Makes Perfect: Latihan Kencan Berubah Menjadi Cinta

Mei Batubara, Direktur Eksekutif Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia, menambahkan bahwa dokumentasi kuliner adalah upaya strategis dalam melindungi warisan budaya yang tak ternilai. 

Menurutnya, generasi muda perlu diberikan akses terhadap pengetahuan kuliner tradisional agar dapat menghargai dan melanjutkannya.

Sementara itu, Chef Harry Mangat, pendiri Biji Dining, membagikan kisah pribadinya dalam menjaga keaslian rasa masakan India dari keluarganya. Ia melihat kesamaan perjuangan dalam banyak budaya untuk tetap mempertahankan keaslian rasa di tengah tren globalisasi.

Buku Tradisi Makan Siang Indonesia menampilkan 40 tulisan dari berbagai kontributor di 17 provinsi, mencakup delapan pulau besar. Pembaca diajak menjelajahi papeda dari Papua, soto Banjar dari Kalimantan Selatan, hingga rujak cingur dari Jawa Timur. 

Namun bukan hanya hidangan yang dibahas, melainkan juga teknik memasak khas, alat saji, dan konteks sosialnya, semuanya menjalin narasi utuh yang membuat makan siang terasa sebagai pengalaman budaya, bukan hanya rutinitas harian.

Nilai lebih dari buku ini juga terletak pada pendekatannya yang menyentuh sisi emosional dan antropologis makanan. Dalam setiap cerita, tersimpan jejak tangan ibu yang menyiapkan bekal, pasar tradisional yang menjadi nadi ekonomi lokal, hingga sajian khas yang hanya muncul di perayaan adat tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI