Potret Raja Ampat, Mahakarya Alam yang Keindahannya Terancam Pembangunan Smelter Nikel

Vania Rossa Suara.Com
Rabu, 04 Juni 2025 | 15:14 WIB
Potret Raja Ampat, Mahakarya Alam yang Keindahannya Terancam Pembangunan Smelter Nikel
Raja Ampat. (Foto: Indonesia Kaya)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di ujung timur Indonesia, Raja Ampat berdiri sebagai mahakarya alam yang telah memikat mata dunia.

Gugusan pulau karst, laut sebening kaca, dan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, menjadikannya destinasi impian bagi pelancong lokal maupun mancanegara.

Namun, kabar terbaru tentang rencana pembangunan smelter nikel di wilayah ini mengusik banyak pihak.

Bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal masa depan pariwisata berkelanjutan Indonesia.

Ya, baru-baru ini Raja Ampat tengah menjadi pusat perhatian nasional dan internasional setelah mencuatnya rencana pembangunan smelter nikel di wilayah tersebut.

Isu ini memicu gelombang protes dari masyarakat adat, pegiat lingkungan, dan para aktivis muda Papua.

Semuanya menyuarakan satu pesan tegas, “Selamatkan Raja Ampat dari Tambang Nikel!”

Tambang di Atas 'Surga'

Selain alamnya yang luar biasa, momen matahari terbit dan terbenam di Raja Ampat juga punya daya magis tersendiri.

Baca Juga: Panduan Snorkeling Ramah Lingkungan: Nikmati Keindahan Laut dan Terumbu Karang Tanpa Merusak

Langit jingga yang memantul di laut tenang, suara alam yang sunyi, dan angin laut yang lembut adalah terapi jiwa terbaik untuk siapa pun yang merindukan ketenangan.

Namun sayangnya, keindahan tersebut terancam dengan aktivitas pertambangan nikel.

Isu tambang nikel di kawasan wisata Raja Ampat kembali mencuat ke permukaan usai aksi damai yang digelar Greenpeace Indonesia dalam ajang Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.

Aksi ini bertujuan menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas pertambangan dan hilirisasi nikel terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.

Dalam momen tersebut, sejumlah aktivis Greenpeace bersama empat pemuda Papua membentangkan spanduk protes tepat saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, memberikan sambutan.

Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi tambang nikel di tiga pulau di Raja Ampat telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami yang menjadi kekayaan hayati khas wilayah tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI