Suara.com - Indonesia terus menunjukkan kemajuan signifikan dalam pembangunan manusia. Pada peringkat pembangunan manusia 2025, Indonesia berhasil naik ke posisi ke-113 dari 193 negara, meningkat dari peringkat ke-114 pada 2023/24, dengan skor IPM sebesar 0,728.
Angka ini menempatkan Indonesia dalam kategori "pembangunan manusia yang tinggi" dan menunjukkan komitmen Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di berbagai bidang utama seperti kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
Data ini disorot dalam Laporan Pembangunan Manusia 2025 yang berjudul “A Matter of Choice: People and Possibilities in the Age of AI”, yang bahasannya dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dalam sebuah dialog interaktif.
Fokus utama dialog adalah bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan Kecerdasan Buatan (AI) dan transformasi digital untuk mendorong pembangunan manusia yang merata dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.
Menyoroti Tantangan Global dan Potensi Inovasi AI

Dalam Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report/HDR) 2025 yang dirilis secara global pada Mei 2025, menunjukkan adanya perlambatan dalam kemajuan pembangunan manusia di seluruh dunia.
Namun, laporan ini juga menekankan bahwa inovasi, khususnya di bidang AI, memiliki potensi besar untuk mendorong kemajuan dan membuka berbagai kemungkinan baru bagi masyarakat di seluruh dunia.
Vivi Yulaswati, Deputi Menteri Bidang Perekonomian dan Transformasi Digital, BAPPENAS, menjelaskan bahwa AI bukanlah inovasi disruptif pertama yang dihadapi dunia.
Sejarah telah membuktikan, melalui revolusi pertanian, industri, dan kini era digital, bahwa hal terpenting bukanlah teknologinya itu sendiri, melainkan cara kita mengaturnya.
Baca Juga: Kenapa Manusia Harus Khawatir dengan Kemajuan Kecerdasan Buatan ?
"Kunci transformasi yang adil terletak pada kebijakan yang inklusif dan tata kelola yang adaptif. Itulah sebabnya Indonesia secara aktif mengembangkan strategi AI nasional, yang mencerminkan nilai-nilai kita, menangani prioritas pembangunan kita, dan memastikan tak seorangpun tertinggal,” ujar Vivi.
Tiga Isu Penting dalam Dialog AI dan Pembangunan Manusia
Dialog ini berhasil mengumpulkan lebih dari 60 perwakilan dari berbagai latar belakang, mulai dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi, pemuda, hingga mitra pembangunan.
Diskusi yang dinamis dan interaktif ini membahas tiga tema inti yang krusial:
- Memanfaatkan AI untuk Pembangunan Inklusif: Bagaimana AI dapat digunakan untuk memajukan pembangunan yang merangkul semua lapisan masyarakat.
- Etika dan Tata Kelola AI: Pentingnya aspek etika dan aturan yang jelas dalam penggunaan AI dan transformasi digital.
- Masa Depan Pekerjaan: Bagaimana AI akan membentuk lanskap pekerjaan di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat.
Menggali Dampak AI dan Pentingnya Pendekatan Berpusat pada Manusia
Diskusi dalam dialog ini juga mendalami tiga dimensi penting dari dampak AI terhadap pembangunan manusia, yaitu Transformasi Pelayanan Publik, Pendidikan, dan Kesehatan; Tata Kelola Etis dan Penyesuaian Budaya; serta Masa Depan Pekerjaan.
Wawasan dari para ahli dalam dialog ini selaras dengan hasil survei AI dan Pembangunan Manusia global di 21 negara (termasuk Indonesia).
Survei itu menunjukkan bahwa meskipun optimisme terhadap potensi AI untuk meningkatkan kesejahteraan sangat tinggi, ada juga kekhawatiran yang meningkat terkait akses yang tidak merata, kurangnya regulasi, dan risiko melebarnya kesenjangan sosial.
Oleh karena itu, laporan tersebut menyerukan pendekatan baru dalam pembuatan kebijakan, yang memprioritaskan inklusi, akuntabilitas, dan ketahanan jangka panjang dalam menghadapi perubahan teknologi yang cepat.
Pesan intinya jelas: AI harus dilihat bukan hanya sebagai kemajuan teknologi, melainkan sebagai pilihan masyarakat. Keputusan yang kita buat sekarang akan membentuk masa depan pembangunan selama beberapa dekade mendatang.
Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, menegaskan pentingnya pendekatan yang mengutamakan manusia dalam menyambut era AI di Indonesia.
“AI yang tidak berpusat pada manusia, AI tanpa inklusi, adalah AI yang gagal. Mari kita pastikan teknologi berdiri di atas pilar keadilan, persatuan, dan kebenaran, yang memberdayakan manusia, bukan menggantikannya. Dari nilai-nilai kemanusiaan muncul kearifan teknologi; dari desain yang etis, kemajuan yang berkelanjutan,” tutupnya.