Suara.com - Kasus polisi bunuh polisi kembali ramai diperbincangkan publik. Terkini, Brigadir Muhammad Nurhadi, yang ditemukan tewas mengenaskan, kini terkuak berawal dari sebuah pesta narkoba liar di vila mewah Gili Trawangan. Malam fatal itu diduga melibatkan dua atasannya, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, bersama dua wanita bayaran. Kesaksian yang diungkap oleh Yan Mangandar Putra, pengacara salah satu tersangka, menggambarkan situasi yang berujung pada hilangnya nyawa Brigadir Nurhadi. Malam itu, dua jenis obat-obatan yang sangat berbahaya, yaitu obat penenang Riklona dan pil ekstasi atau Inex, beredar di antara mereka.
"Mendekati malam, mereka mulai party-nya. Semuanya konsumsi obat. Jadi ada dua jenis obat, yang pertama obat penenang Riklona, dikonsumsi masing-masing satu biji," ujar Yan.
Mengenal Riklona: Obat Penenang dengan Potensi Penyalahgunaan Fatal
Meskipun namanya mungkin asing di telinga awam, Riklona adalah merek dagang dari obat yang mengandung zat aktif Clonazepam. Obat ini termasuk dalam golongan benzodiazepine. Secara medis, Clonazepam memiliki fungsi yang sah dan penting: digunakan di bawah pengawasan ketat dokter untuk menangani gangguan kecemasan (anxiety), serangan panik, serta beberapa jenis kejang atau epilepsi. Mekanisme kerjanya adalah dengan menenangkan aktivitas listrik abnormal di otak, menghasilkan efek relaksasi dan menekan sistem saraf pusat. Namun, di luar jalur medis, Riklona seringkali disalahgunakan untuk mencapai efek "tenang" atau perasaan "melayang" (fly). Pengguna merasakan relaksasi, kantuk, dan meredanya kecemasan.
Meski demikian, efek samping dari penyalahgunaan Riklona sangat membahayakan. Ini termasuk pusing dan kebingungan ekstrem, gangguan koordinasi gerak yang menyerupai orang mabuk, masalah memori, kesulitan berkonsentrasi, dan yang paling mengkhawatirkan, napas yang menjadi lambat dan dangkal.
Obat ini juga memiliki potensi kecanduan yang sangat tinggi. Di Indonesia, Clonazepam (Riklona) dikategorikan sebagai Psikotropika Golongan IV. Artinya, obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter yang valid, dan kepemilikan atau penggunaannya tanpa resep adalah ilegal, dengan ancaman sanksi pidana yang serius.
Inex (Ekstasi): "Pil Pesta" Mematikan dengan Risiko Membahayakan Jantung dan Otak
Berbeda dengan Riklona yang memiliki fungsi medis, Inex atau Ekstasi adalah narkotika ilegal murni dengan nama kimia MDMA (Methylenedioxymethamphetamine). Zat ini populer sebagai "pil pesta" karena efeknya yang bersifat stimulan sekaligus memberikan sensasi psikedelik ringan. Pengguna biasanya mencari efek euforia (perasaan senang berlebihan), peningkatan energi dan stamina, peningkatan rasa empati, serta perubahan persepsi sensorik yang membuat cahaya dan suara terasa lebih intens.
Namun, di balik sensasi singkat itu, Inex menyimpan bahaya fatal yang mengintai. Salah satu ancaman paling mematikan adalah hipertermia, di mana suhu tubuh bisa meningkat drastis hingga level berbahaya, berpotensi menyebabkan kerusakan organ vital bahkan kematian. Ini merupakan salah satu penyebab umum kematian akibat ekstasi. Selain itu, Inex juga menyebabkan dehidrasi parah karena pengguna tidak merasakan haus meskipun tubuh terus mengeluarkan cairan.
Baca Juga: Brigadir Nurhadi Tewas Dicekik, Siapa Eksekutor di Antara 2 Atasan dan Wanita Misterius?
Bahaya lain termasuk kerusakan jantung, karena MDMA memicu detak jantung dan tekanan darah secara ekstrem, meningkatkan risiko serangan jantung atau aritmia. Penggunaan jangka panjang juga dapat menyebabkan kerusakan otak, khususnya pada sel-sel yang memproduksi serotonin, berakibat pada depresi kronis dan gangguan kognitif. Di Indonesia, MDMA (Inex/Ekstasi) diklasifikasikan sebagai Narkotika Golongan I, golongan paling berbahaya yang dilarang keras untuk produksi, distribusi, dan konsumsi di luar keperluan penelitian terbatas. Ancamannya adalah hukuman pidana yang sangat berat.
Dugaan penggunaan Riklona dan Inex secara bersamaan dalam pesta tersebut menghadirkan skenario yang sangat mengerikan dan mematikan. Mencampur obat depresan (Riklona) dengan stimulan (Inex) adalah tindakan yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Analogi yang sering digunakan adalah membandingkan tubuh dengan mobil. Riklona (depresan) bekerja seperti menginjak pedal rem sekuat-kuatnya, secara drastis memperlambat semua fungsi vital tubuh, termasuk detak jantung dan pernapasan. Di sisi lain, Inex (stimulan) justru bagaikan menginjak pedal gas hingga maksimal, memompa jantung dan sistem saraf untuk bekerja secara berlebihan dan tak terkendali.
Kombinasi kontradiktif ini menciptakan konflik internal yang ekstrem dalam tubuh. Tekanan pada organ-organ vital, terutama jantung dan sistem pernapasan, akan meningkat secara drastis, berisiko tinggi menyebabkan gagal fungsi organ atau henti jantung.
Kronologi
Menurut Yan, kematian Brigadir Nurhadi berawal dari sebuah pesta yang melibatkan narkoba dan menguak dinamika internal yang memicu keributan fatal. Malam itu, di sebuah vila mewah, suasana telah tercemar oleh penggunaan obat-obatan terlarang yang membuat semua peserta berada di bawah pengaruhnya. Kompol I Made Yogi Purusa Utama diketahui menyewa seorang wanita bernama Misri Puspita Sari dengan bayaran Rp10 juta semalam, sementara Ipda Haris Chandra juga hadir bersama teman wanitanya, Melanie Putri. Brigadir Nurhadi, sang korban, pada awalnya hanya memiliki peran sebagai sopir dalam pertemuan tersebut.
Namun, di tengah kondisi tak terkendali akibat pengaruh narkoba, suasana berubah mencekam. Pemicu keributan fatal yang berujung pada kematian Brigadir Nurhadi akhirnya terungkap. Menurut informasi, Brigadir Nurhadi yang juga dalam kondisi fly atau di bawah pengaruh narkoba, diduga melakukan rayuan dan mendekati wanita yang dibawa oleh Ipda Haris Chandra. Tindakan ini tampaknya menjadi percikan api yang menyulut konflik di antara mereka, mengubah pesta liar tersebut menjadi malam petaka yang merenggut nyawa.