Suara.com - Dari kulit jamur hingga serat sintetis berbasis jagung, eksperimen biomaterial dalam dunia mode terus berkembang. Tapi kapan tren ini benar-benar akan jadi arus utama?
Di dapurnya, Caroline Zimbalist tampak seperti sedang memasak sesuatu yang lezat. Tapi alih-alih membuat kue, desainer asal New York ini mengaduk tepung jagung dan pengental dari rumput laut yang beraroma pepermin, lalu menuangkannya ke cetakan berbentuk hati dan daun.
Begitu mengeras, bahan itu dijahit jadi gaun-unik, dipakai selebritas seperti Chappell Roan, yang dijual lewat situs pribadinya.
Zimbalist menyebut karyanya sebagai "wadah untuk menunjukkan kepada dunia" bahwa material ramah lingkungan bisa menjadi pilihan di dunia mode.
Dari dapur ke runway: bagaimana eksperimen ini jadi gerakan
Zimbalist bukan satu-satunya. Desainer skala kecil lain bereksperimen dengan gelatin, tapioka, dan bahan-bahan rumah tangga. Merek besar seperti Adidas dan Hermès bahkan telah mencoba kulit jamur. Sementara Lycra mulai memasukkan elastana berbasis jagung dalam produknya.
Meski begitu, para pakar masih skeptis: bisakah biomaterial ini bersaing dengan tekstil berbasis fosil yang mendominasi industri?
"Bahkan menggabungkannya dalam hal-hal kecil saja untuk memulai akan sangat efektif," ujar Zimbalist.
Lebih dari 60% pakaian saat ini terbuat dari bahan sintetis berbasis minyak seperti poliester. Menurut Textile Exchange, pembuatan material ini menyumbang emisi signifikan dan melepaskan mikroplastik saat dicuci.
Baca Juga: HUAWEI nova 13 Pro Beredar: Dual Selfie Camera & Flagship Level Rear Camera Hasilkan Foto Keren!
Dale Rogers, profesor dari Arizona State University, menyebut bahan sintetis populer karena murah dan tersedia dalam jumlah besar.
“Sejujurnya, pada akhirnya, biaya mendorong hampir semua keputusan,” ujarnya.
Beberapa biomaterial memang mulai digunakan, kulit miselium untuk sepatu dan tas oleh Stella McCartney dan Lululemon, tapi belum cukup murah untuk diproduksi massal.
Karya Zimbalist mulai dikenal luas sejak dipakai di acara The Tonight Show. Ia kini menerima pesanan busana seharga $150–$1.200, menggunakan "resep" berbahan alami dan dapat terurai.
Meski bahan-bahannya belum cocok menggantikan kain konvensional dalam skala besar, karena mudah lengket, meleleh, atau berbau jika salah perlakuan, ia percaya kontribusinya bisa membuka jalan diskusi yang lebih luas.
“Karya ini lebih sebagai bentuk dialog,” katanya.
Apakah merek besar siap berubah?