Suara.com - Di tengah sorotan publik terkait kehamilan aktris Erika Carlina, nama DJ Panda ikut terseret setelah sahabat Erika, Fujianti Utami dan Rachel Vennya, membagikan ulang konten sang disjoki di TikTok.
Dugaan bahwa DJ Panda adalah ayah dari bayi tersebut langsung mencuat, meski ia telah membantahnya lewat Instagram Story pada 18 Juli 2025.
“Kenapa jadi ngarahnya ke gua,” ujar Giovanni Surya Saputra, nama asli DJ Panda.
Meski sudah menyangkal, respons publik justru semakin memanas. Warganet pun mulai menggali kembali rekam jejak digital lama milik DJ Panda, termasuk pengakuannya soal kelainan seksualnya.
Dalam sebuah interaksi dengan followers, DJ Panda pernah menyebut dirinya sebagai ‘hyper’ atau memiliki kondisi hiperseksualitas.
“Jangan ditanya, aku mah hyper,” ucapnya sambil tersenyum.

Setelah kutipan DJ Panda viral kembali, warganet mulai membahas isu hiperseksualitas yang sempat ia akui secara terbuka.
Gangguan tersebut ditandai dengan dorongan seksual sangat kuat dan sulit dikendalikan, yang jika berlangsung lebih dari enam bulan bisa berdampak pada kehidupan sosial, pekerjaan, hingga kesehatan mental.
Meski belum masuk dalam DSM-5 sebagai diagnosis resmi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikannya sebagai gangguan seksual kompulsif dalam ICD-11.
Baca Juga: Terseret, Irene Agustine Murka Bandingkan Ayah Anaknya dengan Pria yang Hamili Erika Carlina
Lalu, apakah hiperseksualitas dapat 'disembuhkan'?
Menurut dokter Tabita Novita Anggriani dalam situs kesehatan Alodokter, dapat dikurangi atau disembuhkan dengan terapi.
"Beberapa opsi terapi untuk hiperseks antara lain, psikoterapi (Cognitive behavioral therapy, Acceptance and commitment therapy, Psychodynamic psychotherapy), antidepressant, mood stabilizer, anti androgen, self help group," tulisnya ketika menjawab pertanyaan warganet.
Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan di bawah ini mengenai langkah-langkah mengatasi perilaku hiperseksual:
1. Konsultasi dengan Profesional
Langkah awal dan paling krusial adalah mencari pertolongan dari psikolog atau psikiater.
Mereka akan membantu mendiagnosis secara akurat, memastikan apakah perilaku tersebut terkait dengan masalah kesehatan mental lain seperti gangguan bipolar, kecemasan, atau depresi.
2. Psikoterapi sebagai Pengobatan Utama
Psikoterapi adalah fondasi dalam menangani hiperseksualitas. Beberapa metode yang terbukti efektif antara lain:
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT): Terapi ini membantu penderita mengidentifikasi pemicu dan pola pikir negatif, lalu mengubahnya menjadi perilaku yang lebih sehat dan terkendali.
- Acceptance and Commitment Therapy (ACT): Terapi ini membantu penderita menerima dorongan tanpa harus menindaklanjutinya, serta berkomitmen pada perubahan perilaku yang positif.
- Terapi Kelompok (Self-Help Group): Berbagi pengalaman dengan orang lain yang mengalami masalah serupa dapat memberikan dukungan emosional yang kuat.
- Terapi Keluarga dan Pasangan: Perilaku adiktif sering kali merusak hubungan dengan orang terdekat. Terapi ini membantu memperbaiki komunikasi, mengatasi konflik, dan membangun kembali kepercayaan dengan dukungan orang-orang tercinta.
3. Penggunaan Obat-obatan (Jika Diperlukan)
Dalam beberapa kasus, psikiater mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk membantu mengelola dorongan kompulsif dan pikiran obsesif. Obat-obatan ini bukanlah solusi tunggal, melainkan pendukung terapi.
Jenis yang mungkin diresepkan meliputi antidepresan, mood stabilizer, anti-androgen, dan Naltrexone.
Di tengah sorotan publik dan kisruh seputar kasus Erika Carlina, pengakuan DJ Panda soal kondisi hiperseksualitas membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang kesehatan mental dan perilaku seksual.