Suara.com - Komentar Timothy Ronald yang menyebut gym sebagai "aktivitas paling bodoh" langsung viral dan menyedot perhatian publik. Imbas dari kontroversi itu, banyak orang penasaran tentang sumber penghasilan Timothy Ronald.
Lahir pada 22 September 2000, Timothy dikenal sebagai pengusaha muda sukses, investor berani, dan dijuluki sebagai “Raja Kripto” di Indonesia.
Lantas, dari mana saja sumber penghasilan Timothy Ronald hingga bisa mengoleksi mobil mewah dan memiliki kekayaan miliaran rupiah? Berikut ulasan selengkapnya.
Jualan Minyak Rambut sejak Usia 15 Tahun

Langkah awal Timothy di dunia bisnis dimulai sejak usianya masih 15 tahun, saat ia duduk di bangku SMA.
Dengan modal hanya Rp2 juta, ia mulai mengimpor minyak rambut atau pomade dari China untuk dijual kembali di Indonesia. Saat itu, pomade sedang menjadi tren di kalangan remaja pria.
Bisnis kecil-kecilan ini menjadi batu loncatan yang penting, karena dari sinilah Timothy mengumpulkan modal awal untuk mulai berinvestasi.
Joki Game dan Turnamen Mobile Legends
Jauh sebelum merintis bisnis pomade, Timothy juga sempat menghasilkan uang dari dunia gaming.
Sejak SMP, ia sudah aktif bermain game dan pernah menjadi pemain Mobile Legends terbaik kedua di Indonesia dalam sebuah turnamen.
Baca Juga: 7 Koleksi Mobil Mewah Timothy Ronald, McLaren Senna Satu-satunya di Indonesia?
Tidak puas hanya dengan hadiah turnamen, ia kemudian membuka jasa joki game, yang menghasilkan sekitar Rp800 ribu hingga Rp1 juta.
Agen Properti, Wedding Organizer, dan Marketing Agency
Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Timothy sudah lebih dulu merambah berbagai jenis usaha, mulai dari agen properti, wedding organizer, hingga membangun agensi pemasaran untuk UMKM.
Pengalamannya di berbagai bidang tersebut memperkaya wawasan bisnisnya sekaligus memperkuat pondasi finansialnya.
Investor Saham sejak Remaja

Tak hanya berbisnis, Timothy juga mulai berinvestasi saham sejak usia 15 tahun. Modalnya berasal dari keuntungan berjualan dan kerja sampingan.
Timothy pernah membeli saham BBRI di harga Rp2.100 dan ARTO di Rp300, lalu menjualnya saat harganya melonjak hingga Rp18.000 per lembar, menghasilkan keuntungan yang signifikan.