Suara.com - Selama beberapa dekade, takhta dunia sneaker seolah tak tergoyahkan. Kerajaan itu bernama Nike, dan logonya, Swoosh, adalah simbol supremasi absolut.
Namun, pergeseran tektonik sedang terjadi di bawah kaki kita, di bawah sepatu kita.
Sebuah kekuatan baru dari Timur, yang dulu dikenal sebagai sepatu lari andalan para ayah atau atlet serius, kini telah bangkit menjadi raja baru di jalanan dan di hati para pencinta mode. Kekuatan itu adalah ASICS.
Lupakan sejenak tentang antrean panjang untuk rilisan Dunk atau perebutan sengit mendapatkan Air Jordan.
Di kafe, di kampus, dan di panggung pekan mode, siluet perak metalik dari ASICS GEL-Kayano 14 atau bantalan empuk Novablast semakin mendominasi pemandangan.
Ini bukan lagi sekadar tren sesaat; ini adalah perebutan takhta yang nyata. Berikut adalah lima alasan mendalam mengapa ASICS berhasil menggeser dominasi Nike dan menjadi raja baru di dunia sneaker.

1. Revolusi Kenyamanan yang Tak Tertandingi
Nike punya Air Max dan ZoomX, tapi ASICS punya senjata rahasia yang terbukti lebih relevan untuk kehidupan sehari-hari: Teknologi GEL™ dan bantalan FF BLAST™ PLUS.
Di era di mana batas antara pakaian kerja dan santai semakin kabur, kenyamanan menjadi mata uang utama.
Baca Juga: Alasan Mengapa Sepatu Novablast 5 Lebih Awet dari Adidas Adizero Evo SL Versi dr Tirta
ASICS berhasil memposisikan diri sebagai penyedia kenyamanan superior yang bisa diandalkan sepanjang hari, bukan hanya untuk lari maraton.
Model seperti GEL-Nimbus dan GEL-Kayano menawarkan bantalan mewah yang membuat penggunanya serasa berjalan di atas awan, sebuah sensasi yang sulit ditandingi untuk pemakaian 12 jam non-stop.
2. Estetika Retro-Tech yang Tepat Sasaran
Dunia mode sedang tergila-gila dengan estetika Y2K dan dad shoe, dan tidak ada merek yang mengeksekusinya lebih baik dari ASICS saat ini.
Siluet seperti ASICS GT-2160 dan GEL-1130, dengan panel jaring (mesh) yang rumit, lapisan perak metalik, dan desain teknis yang kompleks, menangkap esensi nostalgia awal tahun 2000-an dengan sempurna.
Sementara Nike seringkali berfokus pada siluet basket dan skate retro dari era 80-an dan 90-an, ASICS menggali arsip lari teknis mereka.
Hasilnya adalah sebuah tampilan yang terasa segar, unik, dan sedikit nerdy dengan cara yang sangat keren.
Estetika ini menarik bagi Gen Z yang mencari keunikan dan menolak desain minimalis yang mendominasi dekade sebelumnya.
3. Kolaborasi Cerdas, Bukan Sekadar Hype
Strategi kolaborasi ASICS adalah sebuah studi kasus yang brilian.

Alih-alih mengejar nama-nama terbesar untuk menciptakan hype massal, mereka bekerja sama dengan para taste-maker yang memiliki kredibilitas tinggi di dunia desain dan fashion.
Kemitraan dengan JJJJound, Kith (Ronnie Fieg), Cécilie Bahnsen, dan HAL STUDIOS® telah mengubah persepsi publik terhadap ASICS.
Kolaborasi ini tidak terasa seperti upaya komersial yang dipaksakan. Sebaliknya, mereka terasa seperti penghormatan tulus terhadap desain asli, disempurnakan dengan sentuhan minimalis dan material premium.
Hasilnya? ASICS tidak hanya menjadi populer, tetapi juga dihormati. Mereka berhasil membangun "cultural capital" yang membuat orang merasa cerdas dan berkelas saat memilih ASICS, bukan sekadar mengikuti tren.
4. Pergeseran Budaya: Dari Hype ke Fungsi Otentik
Pasar mulai lelah dengan "drop culture" yang diciptakan Nike. Rasa frustrasi karena selalu kalah dalam undian (raffle), harga jual kembali (resell) yang tidak masuk akal, dan eksklusivitas buatan telah membuka pintu bagi merek lain.
ASICS menawarkan antitesis dari semua itu: sebuah produk yang hebat, otentik, dan (umumnya) bisa kamu dapatkan tanpa perlu "berperang".
Memilih ASICS terasa seperti sebuah keputusan personal yang didasari oleh apresiasi terhadap desain dan fungsi, bukan tekanan untuk memiliki barang yang paling langka. Seorang analis fashion menyatakan:
Ini adalah pergeseran dari validasi eksternal (hype) ke kepuasan internal (fungsi dan gaya pribadi).
5. Harga dan Aksesibilitas yang Merakyat
Poin terakhir ini mungkin yang paling krusial. Sementara banyak kolaborasi ASICS yang langka dan mahal, model-model General Release (GR) yang menjadi tulang punggung tren ini—seperti GT-2160 atau GEL-1130—ditawarkan dengan harga yang sangat kompetitif.
Seringkali, harganya berada di bawah rilisan populer Nike Dunk atau Jordan, dan yang terpenting, stoknya tersedia.
Aksesibilitas ini mendemokratisasi tren. Siapa pun bisa ikut serta tanpa harus membobol rekening bank atau berurusan dengan calo.
Kemudahan untuk mendapatkan produk yang keren dan nyaman ini secara drastis meningkatkan adopsi dan visibilitas ASICS di jalanan, menciptakan efek bola salju yang kini sulit dihentikan.
Apakah ini berarti akhir dari Nike? Tentu saja tidak. Raksasa dari Oregon itu masih merupakan kekuatan yang luar biasa.
![ASICS Women Japan S PF Standard. [ASICS]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/23/85682-asics-women-japan-s-pf-standard.jpg)
Namun, era dominasi tunggalnya jelas telah berakhir. ASICS, dengan kombinasi maut antara kenyamanan superior, estetika yang relevan, strategi cerdas, dan nilai otentik, telah berhasil merebut sebagian besar wilayah kerajaan sneaker.
Mereka bukan lagi sekadar penantang, melainkan raja baru yang berbagi takhta.
Sekarang giliranmu.
Menurutmu, apakah dominasi Nike benar-benar terancam? Model ASICS mana yang jadi favoritmu dan mengapa? Bagikan analisismu di kolom komentar di bawah!