Suara.com - Belum lama ini, prosesi adat Jawa Tedak Siten kembali menjadi sorotan publik setelah pasangan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono menggelar upacara tersebut untuk sang buah hati, Bebingah Sang Tansahayu.
Momen ini menarik perhatian banyak orang, bukan hanya karena sosok pasangan yang dikenal luas, tetapi juga karena kekayaan makna yang terkandung dalam setiap tahapannya.
Salah satu prosesi yang paling mencuri perhatian adalah ketika sang anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam. Lantas, apa sebenarnya makna simbolis di balik tradisi ini?
Tedak Siten adalah salah satu tradisi penting dalam budaya Jawa yang diwariskan turun-temurun.
Istilah tedak berarti "menapakkan kaki", sementara siten berasal dari kata siti yang berarti "tanah" atau "bumi".
Dengan demikian, Tedak Siten bermakna upacara turun tanah, yaitu saat seorang bayi pertama kali menapakkan kakinya di bumi.
Tradisi ini biasanya dilakukan saat bayi berusia tujuh lapan sekitar 245 hari, yakni ketika ia mulai belajar duduk atau berjalan.
Bagi leluhur Jawa, momen ini dipandang sebagai titik penting karena anak mulai berhubungan dengan bumi sebagai tempat hidup, serta mulai berproses mengenal dunia sekitarnya.
Selain sebagai wujud syukur, Tedak Siten juga sarat doa. Dalam upacara Tedak Siten akan diselipkan doa.
Baca Juga: Jejak Digital Kaesang Pangarep Endorse Bupati Pati Jadi Sorotan, Apa Kata Anak Jokowi?
Doa itu berupa orang tua yang mendoakan anak kelak tumbuh menjadi pribadi tangguh, berbakti, bermanfaat bagi sesama, dan mampu menghadapi segala tantangan hidup.
Simbolisme dalam Rangkaian Prosesi
Setiap tahap dalam Tedak Siten memiliki makna filosofis. Misalnya, ketika anak menapaki jadah tujuh warna, hal itu menggambarkan perjalanan hidup yang penuh suka duka.
Warna-warna tersebut melambangkan doa, mulai dari kecerdasan, ketenangan, kesetiaan, keberanian, hingga kesucian hati.
Anak kemudian dibimbing menaiki tangga tebu arjuna. Dalam budaya Jawa, tebu bermakna antebing kalbu atau keteguhan hati.
Harapannya, si kecil kelak tumbuh menjadi pribadi dengan pendirian kuat, bertanggung jawab, dan berkarakter ksatria.
Ada pula prosesi berjalan di atas pasir, melambangkan kemampuan mencari rezeki layaknya ayam mengais makanan.
Semua tahap ini pada akhirnya bermuara pada harapan agar anak bisa hidup mandiri, sejahtera, serta tetap andap asor atau rendah hati.
Makna Prosesi Masuk Kurungan Ayam

Dari seluruh rangkaian, tahap masuk kurungan ayam mungkin yang paling unik dan sering menarik perhatian masyarakat modern.
Dalam tahap ini, sang anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang dihias janur kuning serta kertas warna-warni.
Di dalamnya sudah disiapkan berbagai benda, seperti perhiasan, buku, alat tulis, padi, maupun mainan.
Si kecil kemudian dibiarkan memilih salah satu benda yang ada di dalam kurungan. Barang yang dipilih dipercaya melambangkan minat atau gambaran masa depan anak.
Misalnya, jika mengambil buku atau alat tulis, bisa ditafsirkan kelak ia menekuni dunia ilmu pengetahuan.
Jika meraih perhiasan, mungkin ia akan dekat dengan dunia bisnis atau kemakmuran materi. Oleh karenanya, prosesi ini sarat filosofi.
Kurungan ayam melambangkan dunia nyata yang terbatas oleh aturan, norma, serta adat istiadat. Artinya, ketika anak kelak tumbuh besar, ia akan hidup dalam tatanan masyarakat yang menuntut kepatuhan terhadap nilai-nilai bersama.
Benda-benda pilihan di dalamnya menggambarkan beragam jalan hidup, sementara pilihan sang anak menandai arah potensial yang akan ditempuh.
Oleh karena itu, makna kurungan ayam dalam Tedak Siten bukan sekadar permainan tradisional. Ini menjadi simbol perjalanan hidup manusia yang penuh pilihan sekaligus keterbatasan.
Dunia diibaratkan kurungan yang memiliki aturan, dan setiap orang harus menyesuaikan diri di dalamnya.
Di sisi lain, prosesi ini juga mengajarkan nilai kemandirian sejak dini. Anak diberi kesempatan untuk memilih sendiri, sebuah simbol bahwa setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing.
Orang tua hanya bisa mendoakan dan membimbing, tetapi pada akhirnya anaklah yang menentukan pilihannya.
Tak heran, ketika Kaesang dan Erina melaksanakan prosesi ini, publik ramai menyoroti benda apa yang dipilih sang anak di dalam kurungan.
Rangkaian Penutup dan Doa Keselamatan
Setelah prosesi kurungan ayam selesai, upacara Tedak Siten biasanya diakhiri dengan ritual udik-udik, yaitu menabur beras kuning bercampur uang logam untuk diperebutkan anak-anak.
Hal ini dimaknai sebagai doa agar kelak sang anak menjadi pribadi dermawan, murah hati, dan mudah mendapat rezeki.
Sebagai penutup, anak akan dimandikan dengan air bunga setaman lalu dipakaikan baju baru. Air bunga melambangkan penyucian, kesehatan lahir batin, serta harapan agar anak membawa keharuman nama keluarga.
Meski zaman terus berubah, Tedak Siten tetap dipertahankan banyak keluarga Jawa, termasuk keluarga tokoh publik seperti Kaesang dan Erina.
Prosesi ini menjadi pengingat bahwa tradisi bukan sekadar seremoni, melainkan doa kolektif yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Melalui Tedak Siten, anak diperkenalkan pada alam, keluarga, dan lingkungan sosialnya sejak dini.
Sementara itu, kurungan ayam sebagai salah satu tahapannya memberi pesan mendalam seperti hidup penuh pilihan, ada batasan yang harus dihormati, dan pada akhirnya setiap orang bertanggung jawab atas jalan hidup yang dipilihnya.
Demikian itu penjelasan apa makna kurungan ayam dalam Tedak Siten. Bukan sekadar untuk melestarikan adat, tetapi juga untuk merawat nilai-nilai kehidupan yang abadi. Semoga dapat dipahami.
Kontributor : Mutaya Saroh