Suara.com - Sejumlah anggota DPR RI kenamaan yakni Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya hingga Adies Kadier dinonaktifkan dari jabatannya.
Adapun kelima pesohor politisi tersebut sempat menjadi pusat amarah publik terhadap beberapa kontroversi yang menyeliputi Senayan.
Publik sempat melayangkan badai protes ke wacana kenaikan gaji DPR RI juga beberapa kontroversi lainnya, termasuk rangkaian demo menentang DPR RI yang terjadi di berbagai daerah.
Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) dinonaktifkan berdasarkan keputusan partai yang telah diteken oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.
Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) juga telah didepak oleh partai dan kini berstatus nonaktif.
![Kolase foto Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies Kadir. [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/01/19357-kolase-foto-ahmad-sahroni-nafa-urbach-eko-patrio-uya-kuya-dan-adies-kadir-ist.jpg)
Sementara Adies Kadir dinonaktifkan oleh Partai Golkar untuk pendisplinan etika setelah sempat membahas tunjangan DPR RI.
Penggunaan istilah 'dinonaktifkan' terhadap keputusan yang dijatuhkan atas keempat anggota DPR RI tersebut ternyata masih membawa kontroversi.
Banyak yang menuding bahwa anggota DPR RI yang dinonaktifkan tak berarti mereka dipecat dari jabatannya secara permanen.
Tak sedikit beberapa pengamat yang menilai bahwa Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach, Uya Kuya hingga Adies Kadir masih menikmati benefit dari jabatan mereka.
Baca Juga: Rumah Uya Kuya dan Eko Patrio Dijarah, Gimana Nasib Anabul yang Jadi Korban?
Lantas, apakah dinonaktifkan berarti dipecat? Berikut pandangan dari beberapa pakar.
Bivitri Susanti: Tak ada yang namanya dinonaktifkan

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyoroti status keempat anggota DPR RI tersebut yang ternyata tak dipecat dari jabatannya.
Istilah 'dinonaktifkan' tidak ada dalam perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dalam kacamata Bivitri, Ahmad Sahroni dan rekan-rekannya masih menyandang jabatan sebagai anggota parlemen.
Keempatnya juga masih berhak menerima bayaran berupa gaji dan tunjangan.
Bivitri menegaskan bahwa Ahmad Sahroni cs masih berstatus anggota DPR aktif dan menerima gaji, sebagaimana Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR.
Aturan lain yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tak menggunakan istilah 'nonaktif', sebagaimana yang dipaparkan oleh Bivitri.
Lebih lanjut Bivitri menjelaskan istilah yang seharusnya dipakai adalah penggantian antar waktu (PAW) untuk menandakan bahwa seorang anggota DPR RI sudah tak lagi bertugas di parlemen.
Dosen hukum: Ahmad Sahroni cs hanya dihukum secara administratif partai
Tak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan Bivitri, dosen hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga menegaskan tak ada istilah 'dinonaktifkan' dalam mekanisme keanggotaan DPR RI.
Adapun merujuk ke perundang-undangan yang mengatur keanggotaan DPR RI, seorang anggota DPR RI hanya dapat dipecat melalui mekanisme PAW.
PAW berlaku ketika seorang anggota DPR RI mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Feri secara detil menjelaskan bahwa sanksi yang diterima oleh Ahmad Sahroni dan ketiga anggota DPR RI 'nonaktif' lainnya hanya menerima sanksi administratif berupa dinonaktifkan, dan bukan sanksi dari DPR RI.
Hal itu senada dengan fakta lapangan bahwa yang menjatuhkan hukuman nonaktif kepada Ahmad Sahroni dan rekan-rekannya adalah pihak partai mereka masing-masing.
Sebagai gambaran, Ahmad Sahroni dinonaktifkan oleh partai karena dinilai menciderai perasaan publik dengan pernyataannya.
"Bahwa dalam perjalanan mengemban aspirasi masyarakat ternyata ada pernyataan dari pada wakil rakyat khususnya Anggota DPR- RI dari Fraksi Partai NasDem yang telah menyinggung dan mencederai perasaan rakyat, dan hal tersebut merupakan penyimpangan terhadap perjuangan Partai NasDem," bunyi keputusan yang ditandatangani oleh Surya Paloh dan Sekretaris Jenderal NasDem Hermawi F. Taslim.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini dalam keterangan yang diterima wartawan, Senin (1/9/2025) menjelaskan bahwa istilah nonaktif memang ada di UU MD3.
Berdasarkan UU tersebut, nonaktif merujuk pada seorang anggota DPR RI yang tengah diadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran.
Kontributor : Armand Ilham