Suara.com - Di tengah riuhnya demonstrasi di jalanan, tagar yang tren di media sosial, dan orasi yang membakar semangat, ada satu bentuk protes yang seringkali terlupakan yakni membaca buku.
Aktivitas yang terlihat sunyi, pasif, dan sangat personal ini, ternyata bisa menjadi salah satu bentuk perlawanan yang paling fundamental bagi kekuasaan yang opresif.
George Orwell pernah berkata, "Di masa penuh tipu daya universal, mengatakan kebenaran adalah tindakan revolusioner."
Dan seringkali, kebenaran-kebenaran itu tersimpan di antara halaman-halaman buku—buku yang mengajak kita mempertanyakan status quo, melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda, dan memahami akar dari ketidakadilan.
Ini bukan sekadar hobi. Membaca buku secara sadar adalah tindakan politis.
Ini adalah cara kita mempersenjatai pikiran, membangun empati, dan menolak untuk tunduk pada narasi tunggal.
Berikut adalah 7 rekomendasi buku yang, dengan caranya masing-masing, akan membuka pikiranmu dan menjadi bentuk protes personalmu.

Tujuh Buku yang Akan Mengasah Senjata Pikiranmu
Buku-buku ini dipilih bukan hanya karena kualitas sastranya, tapi karena kemampuannya untuk menantang, menginterogasi, dan mengubah cara kita melihat dunia.
Baca Juga: Rendahnya Literasi, Cermin Buram Pendidikan Indonesia
"1984" oleh George Orwell
Protes Terhadap Apa? Totalitarianisme, pengawasan massal, dan manipulasi informasi.
Buku ini adalah cetak biru dari segala bentuk penindasan modern. Membacanya akan membuatmu waspada terhadap istilah-istilah seperti "polisi pikiran" (thought police),
"Big Brother", dan bagaimana bahasa bisa digunakan untuk menyempitkan pemikiran. Ini adalah vaksin intelektual terhadap propaganda.

"Bumi Manusia" oleh Pramoedya Ananta Toer
Protes Terhadap Apa? Kolonialisme, feodalisme, rasisme, dan ketidakadilan struktural.