Hukum Donor Organ Tubuh Menurut Islam: Bolehkah? Ini Kata Ulama

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Minggu, 19 Oktober 2025 | 16:13 WIB
Hukum Donor Organ Tubuh Menurut Islam: Bolehkah? Ini Kata Ulama
Ilustrasi donor organ tubuh. [Shutterstock]

Suara.com - Perkembangan ilmu kedokteran modern telah membuka banyak peluang baru dalam dunia pengobatan, salah satunya melalui transplantasi atau donor organ tubuh.

Seperti yang dilakukan oleh mendiang Baek Se-hee, penulis asal Korea Selatan yang meninggal pada Kamis, 16 Oktober 2025. Wanita yang dikenal luas dari buku I Want to Die, but I Want to Eat Tteobokki itu wafat di usia 35 tahun.

Dilansir dari The Korea Herald, Baek mendonorkan jantung, paru-paru, hati, dan ginjalnya. Menurut Badan Donasi Organ Korea, Baek menyelamatkan lima nyawa melalui donasi organ tubuhnya.

Meski begitu, muncul pertanyaan besar di kalangan umat Islam seperti bagaimana hukum donor organ menurut syariat? Apakah diperbolehkan, dan jika iya, dalam batasan apa saja?

Hukum Donor Organ Tubuh

Transplantasi organ berarti memindahkan organ atau jaringan tubuh dari satu tubuh ke tubuh lain untuk menggantikan organ yang rusak.

Secara medis, organ yang bisa didonorkan antara lain ginjal, hati, jantung, paru-paru, kornea, kulit, sumsum tulang, dan jaringan lain yang dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa.

Secara prinsip, transplantasi organ termasuk dalam ikhtiar pengobatan, sedangkan mencari kesembuhan adalah perintah yang sejalan dengan ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan." (QS. Al-Baqarah: 195)

Baca Juga: Menebar Cahaya dari Kalam Ilahi: Komunitas Sahabat Al-Qur'an Tumbuh Bersama Ayat dan Amal

Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga keselamatan jiwa (hifzhun nafs). Karena itu, Islam mendorong umatnya untuk mencari pengobatan yang dapat menyelamatkan hidup, termasuk melalui transplantasi jika memang dibutuhkan.

Namun, memang tidak semua bentuk transplantasi diperbolehkan. Ulama membedakan hukum donor organ tubuh menurut Islam berdasarkan sumber organ dan kondisi pendonor.

Ilustrasi organ tubuh manusia. (freepik)
Ilustrasi organ tubuh manusia. (freepik)

1. Transplantasi dari Tubuh Sendiri

Jenis ini disebut autograft, yakni memindahkan bagian tubuh dari satu tempat ke tempat lain pada tubuh yang sama, misalnya cangkok kulit untuk menutupi luka bakar.

Menurut pandangan para ulama, transplantasi jenis ini dibolehkan karena tujuannya untuk pengobatan dan tidak menimbulkan bahaya berarti.

Bahkan, Imam An-Nawawi dalam Mughni al-Muhtaj menegaskan bahwa merusak sebagian tubuh demi menjaga keseluruhan tubuh adalah dibolehkan, selama dilakukan karena kebutuhan medis.

2. Transplantasi dari Orang Hidup

Donor organ dari orang hidup hukumnya boleh dengan syarat ketat. Ulama besar seperti Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi menegaskan bahwa donor diperbolehkan jika:

  • Tidak membahayakan nyawa pendonor.
  • Tidak menimbulkan gangguan berat pada kehidupannya.
  • Dilakukan dengan kerelaan penuh tanpa paksaan.

Dasarnya adalah kaidah fiqih bahwa manusia diberi hak menggunakan tubuhnya dalam batas yang diizinkan Allah. Jika penggunaan itu bertujuan untuk membantu orang lain dan tidak mengancam keselamatan diri, maka dibolehkan.

Namun, bila proses donor diyakini dapat menyebabkan kematian atau kerusakan permanen, hukumnya menjadi haram. Sebab, kehidupan manusia adalah hak Allah, bukan hak individu yang bisa dikorbankan seenaknya.

3. Transplantasi dari Orang yang Telah Meninggal

Tentang donor dari mayat, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Sebagian melarangnya karena menganggap tindakan mengambil organ dari mayat termasuk bentuk pelecehan terhadap kehormatan manusia yang telah wafat.

Namun, ulama lain seperti Syekh Al-Buthi dan para ahli fiqih kontemporer membolehkannya dengan syarat:

  • Ada kebutuhan mendesak atau darurat medis.
  • Tidak ada alternatif lain yang efektif.
  • Telah ada izin dari ahli waris si mayat.

Syekh Al-Buthi menjelaskan bahwa kehormatan tubuh manusia setelah meninggal berpindah kepada ahli warisnya. Maka, jika keluarga mengizinkan dengan niat membantu sesama, transplantasi diperbolehkan selama organ tersebut tidak dijadikan komoditas perdagangan.

Hal ini juga sejalan dengan Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2019 tentang Transplantasi Organ dari Pendonor Mati yang menegaskan bahwa organ tidak boleh dijual atau dijadikan objek komersial.

4. Transplantasi dari Hewan ke Manusia

Transplantasi dari spesies lain, seperti hewan, juga menjadi perbincangan. Dalam Muktamar NU ke-29 di Cipasung (1994), para ulama menyimpulkan bahwa penggunaan organ hewan najis seperti babi tidak diperbolehkan, kecuali dalam kondisi darurat ketika tidak ada alternatif lain yang suci dan efektif.

Jika hewan yang digunakan adalah hewan suci, seperti sapi atau kambing, maka transplantasi dibolehkan selama tujuannya adalah pengobatan dan tidak untuk hal-hal kosmetik atau sekadar estetika.

Dengan demikian, donor organ hanya boleh dilakukan secara sukarela, bukan untuk keuntungan finansial.

Itulah ulasan mengenai hukum donor organ tubuh menurut Islam. Islam menempatkan manusia pada kedudukan yang sangat mulia. 

Donor organ yang memenuhi ketentuan tersebut termasuk perbuatan mulia, karena mengandung semangat ta’awun ‘ala al-birr wa at-taqwa (tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan).

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ma’idah: 32,

“Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.”

Kontributor : Mutaya Saroh

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI