Perpaduan Gaya: Filosofi Jepang dan Spirit Bandung dalam Budaya Sneakers

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 30 Oktober 2025 | 19:05 WIB
Perpaduan Gaya: Filosofi Jepang dan Spirit Bandung dalam Budaya Sneakers
sneakers culture di Bandung. (Ilustrasi)
Baca 10 detik
  • Sneakers di Bandung lebih dari alas kaki, simbol identitas dan kebebasan berekspresi bagi anak muda. 
  • Kota ini pusat sneaker culture dengan kreativitas dan kolaborasi.

Suara.com - Bagi banyak anak muda di Bandung, sneakers bukan sekadar alas kaki. Ia adalah bahasa visual yang menyatukan komunitas, medium untuk mengekspresikan identitas, dan simbol kebebasan bereksperimen dengan gaya.

Di kota yang dikenal dengan kreativitas tanpa batas ini, sneakers telah menjadi bagian dari lanskap budaya urban , sepopuler mural, musik independen, atau kafe dengan estetika industrial yang memenuhi sudut kota.

Budaya ini tumbuh dari jalanan, komunitas skate, hingga ruang-ruang kreatif yang melahirkan kolaborasi lintas disiplin. Dalam sepuluh tahun terakhir, Bandung membuktikan diri sebagai kota yang memadukan inovasi dan gaya hidup dengan cara yang unik. Tak heran bila kota ini dianggap sebagai salah satu pusat penting sneaker culture di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.

Jejak Kreativitas yang Tumbuh Organik

“Bandung memiliki peran penting dalam perkembangan budaya sneakers di Indonesia. Kota ini dikenal sebagai pusat kreativitas dan gaya hidup anak muda yang kuat, di mana budaya streetwear tumbuh secara organik sejak lama,” ujar Herlina Winardo, Brand Manager atmos Indonesia.

Kehidupan budaya di Bandung memang berdenyut di antara ruang-ruang komunitas yang cair. Dari distro lokal yang memunculkan generasi desainer muda pada awal 2000-an, hingga musisi dan seniman yang menjadikan fashion sebagai ekspresi diri, setiap elemen saling terhubung. Sneakers menjadi simbol keterbukaan dan energi kolektif yang terus bergerak.

Tak hanya gaya berpakaian, semangat kolaboratif Bandung juga terlihat dalam seni dan desain. Figur-figur seperti Dendy Darman, Arin Sunaryo, Rekti Yoewono, dan Syagini Ratna Wulan menunjukkan bahwa ekspresi kreatif di kota ini selalu lintas batas. 

Harmoni Desain Jepang dan Semangat Lokal

Perpaduan antara budaya sneakers Bandung dan filosofi desain Jepang menemukan bentuk menarik dalam kehadiran atmos. Brand asal Tokyo ini membawa semangat Machiya, konsep arsitektur Jepang yang menggabungkan tradisi dan modernitas dalam harmoni yang seimbang.

Baca Juga: Bojan Hodak Skakmat Jeje: Ngomong Bola untuk Ahli, Bukan Penerjemah

“Melalui desain interior, kami ingin menciptakan pengalaman berbelanja yang berbeda, tidak sekadar fungsional tetapi juga immersive dan inspiratif,” jelas Herlina. “Machiya bukan sekadar gaya arsitektur, melainkan filosofi hidup yang merefleksikan keseimbangan antara tradisi, fungsionalitas, dan koneksi emosional dengan pengunjung.”

Di Bandung, semangat itu terasa menyatu dengan karakter kota yang terbuka dan penuh kejutan. Dalam setiap detail, terlihat usaha menghadirkan ruang yang tidak hanya menjual produk, tapi juga merayakan hubungan antara gaya hidup, budaya, dan emosi.

Otaku Room dan Ruang Pertemuan Budaya

Salah satu ruang yang paling menarik di atmos Bandung adalah Otaku Room, area yang memadukan budaya Jepang dan kreativitas urban. Di sini, pengunjung bisa menikmati hand-drip coffee dari Fuglen, mencicipi matcha atau Japanese cream soda, sambil menjelajahi berbagai collectible items yang mencerminkan semangat otaku culture.

Lebih dari sekadar tempat bersantai, ruang ini menjadi metafora tentang bagaimana budaya lintas negara bisa berpadu secara alami. Sneakers, kopi, dan desain menjadi bahasa universal yang menghubungkan Tokyo dan Bandung — dua kota dengan karakter kreatif yang sama kuatnya.

Kembali ke Akar Komunitas

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI