Suara.com - Gelombang relokasi industri sepatu dari wilayah Tangerang ke Jawa Tengah menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh. Hal yang menjadi penyebab pemindahan produksi adalah upah buruh yang bedanya cukup besar. Besaran upah buruh Tangerang dan Jawa Tengah disampaikan menjelang akhir artikel ini.
Salah satu perusahaan yang paling disorot adalah langkah PT Victory Chingluh Indonesia yang merupakan pemasok utama sepatu merek internasional Nike. Perusahaan ini bahkan dikabarkan merumahkan ribuan karyawan di Pasar Kemis, Tangerang, pada akhir Oktober 2025.
Fenomena relokasi pabrik Nike dan Adidas ini kembali menunjukkan dilema klasik dunia industri Indonesia, antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial. Perusahaan tentu perlu menjaga keberlanjutan bisnis dengan menekan biaya produksi, namun buruh juga berhak atas upah yang layak sesuai kebutuhan hidup.
Jika kesenjangan upah antar wilayah terus melebar, relokasi akan terus terjadi. Tantangan bagi pemerintah ke depan adalah menciptakan iklim industri yang adil dan kompetitif di mana efisiensi tidak mengorbankan kesejahteraan pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut langkah itu berkaitan dengan pemindahan tempat produksi. Menurut laporan yang diterima KSPI, sejumlah pabrik sepatu kini mulai memindahkan operasionalnya ke wilayah tengah Pulau Jawa, seperti Cirebon, Brebes, dan Pekalongan.
Said Iqbal menjelaskan, relokasi tersebut dipicu oleh alasan ekonomi, khususnya tingginya biaya tenaga kerja di kawasan industri padat karya seperti Tangerang. Dalam industri tekstil, garmen, dan alas kaki, beban biaya tenaga kerja atau labor cost bisa mencapai 30 persen dari total pengeluaran perusahaan.
Ketika biaya ini dinilai terlalu tinggi di satu wilayah, banyak perusahaan memilih memindahkan pabrik ke daerah dengan upah minimum lebih rendah untuk menekan pengeluaran.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rizky Aditya Wijaya, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait relokasi tersebut. Ia menegaskan bahwa langkah itu bukan berarti perusahaan berhenti beroperasi atau hengkang dari Indonesia, melainkan strategi efisiensi biaya produksi.
Beda Upah Buruh Tangerang dan Jawa Tengah
Baca Juga: Berapa Gaji Buruh Pabrik Sepatu Nike Adidas di Tangerang? Perusahaan Pindah ke Kota yang Lebih Murah
Perbedaan upah memang menjadi faktor utama yang menarik perusahaan untuk berpindah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata upah per jam pekerja di Jawa Tengah hanya sekitar Rp13.381, sedangkan di Tangerang atau Jakarta bisa mencapai Rp42.354 per jam, tiga kali lipat lebih tinggi.
Perbedaan itu juga terlihat jelas dari data Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2025. Pemerintah Kota Tangerang menetapkan UMK 2025 sebesar Rp5.069.708, naik 6,5 persen atau Rp309.418 dari tahun sebelumnya. Untuk sektor tertentu, nilai upah bahkan bisa lebih tinggi melalui penetapan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK).
- UMSK sektor 1 naik 7 persen menjadi Rp5.424.587,95
- UMSK sektor 2 naik 4 persen menjadi Rp5.272.496,69
- UMSK sektor 3 naik 3 persen menjadi Rp5.221.799,61
- UMSK sektor 4 naik 2 persen menjadi Rp5.171.102,53
Sebaliknya, upah di wilayah Jawa Tengah relatif jauh lebih rendah. Berdasarkan data BPS dan Pemprov Jawa Tengah, UMK di beberapa kota/kabupaten tahun 2025 adalah:
- Kota Semarang: Rp3.454.827
- Kab. Demak: Rp2.940.716
- Kab. Kendal: Rp2.783.455
- Kab. Semarang: Rp2.750.136
- Kab. Kudus: Rp2.680.486
- Kab. Cilacap: Rp2.640.248
- Kab. Jepara: Rp2.610.224
- Kota Pekalongan: Rp2.545.138
- Kab. Batang: Rp2.534.383
- Kota Salatiga: Rp2.533.583
- Kab. Pekalongan: Rp2.486.654
- Kab. Magelang: Rp2.467.488
- Kab. Karanganyar: Rp2.437.110
- Kota Surakarta: Rp2.416.560
- Kab. Boyolali: Rp2.396.598
- Kab. Klaten: Rp2.389.873
- Kota Tegal: Rp2.376.684
Dari data tersebut terlihat bahwa upah minimum di Tangerang hampir dua kali lipat lebih tinggi dibanding rata-rata kota industri di Jawa Tengah. Perbedaan inilah yang dianggap sangat signifikan dalam mempengaruhi keputusan relokasi.
Demikian itu perbedaan upah buruh Tangerang dan Jawa Tengah. Perpindahan pabrik tentu membawa dua dampak berbeda. Di satu sisi, buruh di Tangerang menghadapi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ribuan pekerja Chingluh misalnya, kini harus menghadapi ketidakpastian nasib setelah pabrik mengurangi operasionalnya.
Namun di sisi lain, daerah-daerah seperti Brebes, Pekalongan, dan Kendal justru berpotensi mendapatkan tambahan investasi dan lapangan kerja baru. Relokasi industri padat karya ke wilayah berupah rendah memang kerap diharapkan pemerintah sebagai strategi pemerataan ekonomi dan industrialisasi di luar kawasan Jabodetabek.