-
Gus Elham dikritik publik dan tokoh agama karena perilaku tak pantas terhadap anak-anak perempuan.
-
Kontroversi memicu perdebatan soal kelayakan gelar “Gus” yang disandangnya.
-
Sebutan “Gus” mencerminkan status bawaan sebagai putra kiai dan status pencapaian atas kompetensi keagamaan.
Suara.com - Sosok pendakwah muda Muhammad Elham Yahya Luqman, atau yang akrab disapa Gus Elham, tengah menuai kecaman dari banyak pihak, termasuk dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Wakil Menteri Agama (Wamenag).
Permasalahan bermula dari beredarnya video Gus Elham gemar mencium anak-anak perempuan di bagian wajah. Bahkan, ada tayangan yang memperlihatkan ia menggigit pipi balita perempuan di tempat umum.
"Itu menodai nilai-nilai dakwah sendiri yang seharusnya memberikan teladan melalui sikap dan lakunya kepada umat," kata Ketua PBNU, Alissa Wahid, di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (12/11/2025).
Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafi'i, juga menilai tindakan tersebut tidak pantas. Terlebih statusnya sebagai seorang pemuka agama, yang seharusnya bisa memberi contoh baik.
“Kita sepakat dengan publik, bahwa itu tidak pantas!” kata Romo Syafi'i di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Kontroversi ini juga membuka diskusi tentang panggilan "Gus" yang disandangkan pada Elham Yahya. Sejumlah warganet menganggap titel tersebut kurang cocok diberikan kepada anak dari pendiri Pondok Pesantren Al Ikhlas KH Luqman Arifin Dhofir itu.

Lantas, apa sebenarnya makna di balik panggilan "Gus" pada para pendakwah?
Panggilan “Gus” merupakan sapaan khas dalam budaya Jawa yang lazim digunakan untuk anak laki-laki, terutama mereka yang berasal dari keluarga terpandang seperti putra kiai atau ulama.
Di lingkungan pesantren, sebutan ini menjadi bentuk penghormatan terhadap status dan latar belakang keluarga.
Baca Juga: KemenPPPA: Perilaku Gus Elham Bisa Masuk Kategori Pidana Kekerasan Terhadap Anak
Makna “Gus” dalam Bahasa Jawa
Berdasarkan Kamus Bahasa Jawa-Indonesia dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, istilah “Gus” berasal dari kata “Bagus” dalam bahasa Jawa, yang berarti anak laki-laki.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Gus” memiliki beberapa makna: sebagai panggilan umum untuk anak laki-laki, sebagai sapaan untuk putra ulama atau kiai, dan sebagai julukan bagi anak lelaki dari pemilik pesantren.
Penggunaan “Gus” dalam Tradisi Pesantren
Di dunia pesantren, khususnya kultur Nahdlatul Ulama (NU), panggilan “Gus” memiliki posisi yang istimewa dan dianggap lebih bermakna dibanding gelar lainnya.
KH Afifuddin Muhajir dari PBNU menyebutkan bahwa dalam tradisi NU, sapaan ini khusus digunakan untuk putra kiai, terutama di kalangan masyarakat Jawa.