-
- Gunung Lawu dijadikan Tahura lindungi warga dan keanekaragaman hayati.
- Hutan lindung dan produksi seluas 10.244 hektare untuk konservasi.
- Masyarakat lokal dilibatkan, ekonomi dan pelestarian alam berjalan seiring.
Suara.com - Krisis lingkungan yang semakin sering melanda Indonesia terutama bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, mendorong Pemprov Jawa Timur mengambil langkah strategis untuk merancang perubahan fungsi kawasan hutan di lereng timur Gunung Lawu menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Lawu.
Kawasan tersebut diusulkan akan memakai kurang lebih 10.244 hutan lindung dan hutan produksi yang selama ini menjadi benteng ekologis di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Langkah tersebut menegaskan posisi Jawa Timur dalam mendorong model pengelolaan hutan berbasis sains dan konservasi terintegrasi, menyusul keberhasilan penetapan Tahura KGPAA Mangkunagoro I di wilayah Jawa Tengah dua dekade lalu.
Peneliti senior konservasi keanekaragaman hayati BRIN, Prof. Hendra Gunawan, menegaskan bahwa penguatan perlindungan Gunung Lawu bukan lagi sekadar urusan konservasi, tetapi menyangkut keselamatan jutaan penduduk setempat.
![Kebakaran hutan di Gunung Lawu saat dipantau dari kawasan wisata Tirto Gumarang Desa Ngancar, Plaosan, Magetan, Jawa Timur, Selasa 17 Oktober 2023. [beritajatim.com]](https://media.suara.com/pictures/original/2023/10/17/57397-gunung-lawu.jpg)
“Gunung Lawu bukan sekadar bentang alam yang indah. Ia adalah penyangga kehidupan jutaan warga Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menetapkannya sebagai Tahura adalah langkah strategis untuk melindungi keanekaragaman hayati sekaligus memperkuat mitigasi bencana,” ujar Hendra.
Memang, Gunung Lawu ini merupakan salah satu kantong biodiversitas paling penting di Pulau Jawa. Lawu masih menyimpan satwa ikonik yang keberadaannya sangat terancam seperti Macan Tutul Jawa, Lutung Jawa, dan Elang Jawa, serta flora yang hanya tumbuh di zona ketinggian tertentu seperti Pohon Sarangan.
Selain itu, Lawu juga berperan sebagai penyimpanan air bagi Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo—yang memasok kebutuhan pertanian, industri, hingga air bersih di wilayah Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban hingga Gresik.
BRIN menilai jika langkah penguatan status konservasi Lawu akan berpotensi positif dalam menciptakan manfaat ekonomi baru regional. Ekowisata berbasis pengetahuan, wisata budaya, hingga rute spiritual yang selama ini menjadi tradisi masyarakat lokal dapat berkembang lebih terarah dan berkelanjutan. Nilai budaya masyarakat lereng Lawu juga dinilai akan menjadi modal sosial yang tidak dimiliki banyak kawasan konservasi lain di Indonesia.
Di kesempatan yang sama, Prof. Hendra juga ingin agar masyarakat lokal menjadi aktor utama dalam pengelolaan Tahura. Menurutnya, keberhasilan konservasi ini pastinya hanya dapat tercapai jika masyarakat setempat memiliki ruang untuk berperan lebih dan mendapatkan manfaat yang adil dari pelestarian kawasan tersebut.
Baca Juga: Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
“Ini adalah bukti bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian alam dapat berjalan seiring. Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang menunjukkan kepemimpinan pembangunan hijau yang nyata,” ujarnya.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti
