- Diskusi multipihak di Bantaeng pada 11 Desember 2025 menghasilkan RPDAS untuk mengelola Sungai Balantieng secara terintegrasi.
- RPDAS menjadi dokumen perencanaan lintas sektor untuk menangani masalah kompleks sungai dari hulu sampai hilir secara komprehensif.
- Tiga rekomendasi utama RPDAS meliputi Imbal Jasa Lingkungan, pengembangan agroforestri, dan sinkronisasi dengan RTRW kabupaten setempat.
Suara.com - Krisis lingkungan di Sungai Balantieng, Sulawesi Selatan, membutuhkan solusi yang terintegrasi. Tidak berjalan sendiri-sendiri. Ya, butuh kerja sama menyeluruh mulai dari desa di pegunungan (hulu) hingga daerah muara (hilir). Solusi ini hadir melalui Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS).
Untuk mewujudkan solusi ini, Balang Institute dan Program Global Environment Facillity Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia Fase 7 menggelar diskusi multipihak di Hotel Agri, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Kamis (11/12/2025).
Tujuan dari diskusi tersebut yakni menyatukan semua pihak dari pemerintah daerah, kepala desa, aktivis lingkungan, hingga perwakilan masyarakat dari Bulukumba dan Sinjai. Nantinya dari diskusi tersebut, akan dibuat dokumen perencanaan yang kuat dan sistematis.
Apa pasal RPDAS ini penting? RPDAS merupakan satu-satunya dokumen yang mampu menyusun rencana lintas sektor. Dengan RPDAS, semua masalah kompleks, mulai dari perebutan air irigasi, tambang ilegal, hingga pencemaran, dapat ditangani bersama. Penanganannya pun secara komprehensif, dari hulu hingga hilir.
Menjadi salah satu pemantik dalam diskusi tersebut, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia Sidi Rana Menggala, berharap RPDAS ini bakal mengubah aksi-aksi kecil masyarakat menjadi gerakan besar. Harapannya, imbuh Sidi, RPDAS bakal mendorong aksi pelestarian dan penjagaan Sungai Balantieng ke masyarakat untuk diwujudkan.
"Kami berharap melalui diskusi perancangan RPDAS ini dapat mendorong aksi pelestarian dan penjagaan sungai Balantieng ke masyarakat untuk diimplementasikan. Alhasil, inisiatif-inisiatif yang tumbuh di DAS Balantieng ini dapat dilanjutkan dengan cara lebih masif, lebih terstruktur, karena ditopang oleh satu dokumen perencanaan yang komprehensif,” tutur Sidi Rana Menggala.
Kepala DLHK Bulukumba, Emil Yusri, menekankan RPDAS harus menjadi pondasi utama pembenahan. Ia mengingatkan bahwa ide sebagus apa pun tidak akan berjalan tanpa dana dan kerjasama erat antardinas atau organisasi perangkat daerah (OPD).
"Kalau kita tidak meletakkan ini (RPDAS) sebagai pondasi dasar dalam membenahi DAS, tujuan kita tidak akan tercapai," lanjut Emil.
Memasuki sesi diskusi, Adam Kurniawan, Kepala Divisi Penggalangan Publik Eksekutif Nasional WALHI selaku moderator, menyoroti pentingnya langkah intervensi setelah data biofisik dan proyeksi 30 tahun ke depan sudah tersedia.
Baca Juga: Bahaya Mengintai di Sungai Balantieng dari Banjir hingga Tambang, Apa Dampaknya?
Nah dari hasil diskusi multipihak ini, muncul tiga rekomendasi utama yang menjadi inti dari RPDAS. Rekomendasi pertama adalah menciptakan skema Imbal Jasa Lingkungan (IJL). Skema ini, menurut Sidi Rana Menggala, merupakan cara yang adil untuk menghubungkan wilayah hulu dan hilir Sungai Balantieng.
“Misalkan pihak yang banyak menggunakan air bersih—dalam hal ini adalah industri di hilir sungai—wajib membayar insentif kepada desa-desa di hulu Sungai Balantieng. Nantinya, dana yang ditarik dari industri tersebut bakal dipakai untuk memperbaiki lingkungan di hulu. Hal ini seolah sebagai ucapan terima kasih karena sudah menjaga sumber air,” kata Sidi.

Rekomendasi ke-dua terkait pengembangan kebun campur (agroforestri) yang beragam dan menguntungkan. Untuk mengatasi penggundulan hutan dan pertanian yang merusak, RPDAS menyarankan penanaman pohon yang menghasilkan panen bulanan, tahunan, dan jangka panjang. Jadi, ada kepastian ekonomi bagi masyarakat hulu agar tidak lagi merusak hutan.
Rekomendasi ketiga, dan tidak kalah pentingnya, adalah RPDAS harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten yang sedang direvisi. Sinkronisasi ini penting agar masalah penetapan kawasan pertanian dan batas sungai tidak melanggar aturan.
“RPDAS adalah harapan Balantieng untuk mencapai pengelolaan sungai yang terpadu dan berkelanjutan, mengubah kondisi lingkungan yang saat ini dikategorikan "sedang" menjadi lebih baik,” tutur Sidi Rana Menggala.(*)
