Suara.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan uji coba pembatasan peredaran sepeda motor di jalan protokol Ibu Kota pada Desember 2014. Sepeda motor akan dilarang melintas di Jalan Medan Merdeka Barat sampai Jalan MH. Thamrin atau Bundaran Hotel Indonesia.
Pembatasan peredaran sepeda motor tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah Jakarta untuk untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Kebijakan ini tentu saja mengundang pro kontra.
Salah satu koordinator komunitas sepeda motor Vivabikers, Asep Ahmad Fauzi, mengatakan komunitasnya tidak menolak, tidak mengiyakan, tapi menuntut. Dengan kata lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus betul-betul mempersiapkan segala sesuatu dan mempertimbangkan berbagai hal sebelum memberlakukan kebijakan tersebut.
"Kalau kami mengiyakan begitu saja, kasihan pemotor, kan," kata Asep kepada suara.com, Rabu (12/11/2014).
Asep menyarankan agar pemerintah memprioritaskan ketersediaan fasilitas transportasi publik sebelum mengeluarkan kebijakan pembatasan peredaran sepeda motor. Misalnya, menjamin jumlah angkutan umum, seperti Transjakarta, mampu mengakomodir mobilitas warga.
"Kan permasalahannya ada di hulu. Ciptakan dulu tranportasi massal yang bisa akomodir mobilitas masyarakat. Baru setelah itu adakan pembatasan. Kalau sekarang, Transjakarta belum bisa akomodir, apalagi kalau nanti pembatasan diberlakukan," kata dia.
Setelah transportasi massal bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat, kata Asep, pemerintah mesti memperhatikan sejumlah hal lagi terkait dengan pembatasan peredaran sepeda motor di jalan protokol.
Pertama, karena sepeda motor dilarang masuk jalan protokol, pemiliknya harus menitipkan di tempat-tempat parkir dekat jalan protokol dan hal ini akan memicu menjamurnya tempat parkir, belum lagi mahalnya ongkos parkir.
Kedua, terkait dengan ketepatan waktu kedatangan transportasi massal di halte juga harus dipikirkan masak-masak.
Asep menyontohkan selama ini dari Sarinah ke Monas cukup ditempuh sekitar 10 menit dengan menggunakan sepeda motor. Sedangkan kalau menggunakan Transjakarta, bisa hampir satu jam karena keterlambatan kedatangan bus.
"Kan jadi buang-buang waktu kalau transportasinya saja tidak menunjang," kata Asep.