Suara.com - Kasus kunker fiktif berawal dari beredarnya surat dari Fraksi PDI Perjuangan yang berisi tentang keraguan Sekretariat Jenderal DPR terkait kunker anggota dewan selama masa reses. Dalam surat disebutkan adanya indikasi potensi kerugian negara sebesar Rp945.465.000.000.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan surat tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti laporan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan. Dikatakan, ada laporan keuangan dari kunjungan kerja yang tidak memenuhi syarat dan sulit terverifikasi.
"Jadi apakah (kunker itu) itu bisa dibuktikan atau tidak," kata anggota Komisi XI.
Hendrawan mengakui ada anggota yang memang kurang serius untuk membuat laporan kunjungan kerja. Keraguan bisa dilihat dari sejumlah anggota dewan yang menggunakan foto yang sama untuk memenuhi syarat laporan keuangan.
"Ya orang-orang yang sibuk dan lebih banyak percayakan kegiatannya pada tenaga ahli di lapangan. Karenanya, aktivitas itu menurut audit BPK tidak bisa dipertanggungjawabkan secara keuangan," kata dia.
Itu sebabnya, pada Selasa 10 Mei 2016, pimpinan Fraksi PDI Perjuangan menyurati seluruh anggotanya untuk membuat laporan kunjungan kerja sesuai ketentuan. Laporan harus dilengkapi, kunjungan kerja perorangan masa reses persidangan III tahun sidang 2014-2015, persidangan IV tahun sidang 2014-2015, persidangan I tahun sidang 2015-2016, dan persidangan II tahun sidang 2015-2016.