Suara.com - Tersangka MSH (29), oknum guru cabul dengan korban 65 siswa di sebuah SD di Semampir, Surabaya, tenyata sudah melancarkan aksinya selama lima tahun. Aksi itu terhitung sejak dia menjabat sebagai guru wali kelas pada tahun 2013-2017.
Kapolda Jatim Irjen Pol Mahfud Arifin menjelaskan MSH melakukan aksi bejatnya tanpa merasa canggung.
"Saat melakukan pencabulan, tidak hanya dalam kondisi sepi. Bahkan saat banyak murid yang lain, dia (MSH) tak canggung melakukannya," jelasnya.
Untuk memuaskan hawa nafsunya, MSH juga tidak menggunakan jurus-jurus jitu. Namun, jabatan wali kelas lah yang mempermudah dirinya memperdaya muridnya.
"Tidak ada cara unik dengan merayu atau bahkan mengancam agar muridnya bersedia. Mungkin karena tersangka wali kelas, muridnya jadi takut," kata Mahfud.
Pencabulan itu dilakukan di banyak tempat. Mulai di luar kelas, dalam kelas, kolam renang, bahkan di dalam bus.
"Kalau pencabulan di dalam bus, itu dilakukan saat rekreasi. Mirisnya, meski banyak siswa dan banyak juga yang melihatnya, terasangka tidak punya rasa khawatir," cerita Kapolda.
Pencabulan yang dilakukan MSH, bukan hanya dengan cara menggerayangi bagian tubuh sensitifnya saja. Terkadang tersangka juga memperlihatkan alat kelaminnya kepada korban.
Meski MSH mengakui perbuatan cabulnya, namun dia tetap menyangkal jika korbannya mencapai 65 siswa.
Baca Juga: Dari Depok, Polisi Razia Geng Motor Kriminal se-Indonesia
Tersangka Pernah Jadi Korban Pencabulan
Yang mendasari tersangka MSH melakukan pencabulan terhadap anak didiknya, ternyata dia terinspirasi masa lalu. Dia (MSH), pernah menjadi korban pencabulan. Diungkapkannya, semasa masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD)
Dia pernah dipaksa tetangganya yang berprofesi seorang guru untuk memuaskan hawa nafsu.
"Dulu saya juga pernah menjadi korban pencabulan guru saat masih sekolah SD," aku MSH pada Suara.com.
Bukan hanya saat SD saja. Diakui MSH, pencabulan yang diterimanya berlanjut ketika dia SMP hingga SMA.
"SMP saya juga jadi korban pencabulan, hanya saja yang melakukannya sepupu saya. Kalau waktu SMA yang melakukannya adik kelas saya," pungkasnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, MSH akan dijerat pasal 82 UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Namun karena profesi tersangka adalah tenaga pendidik, ditegaskan Kapolda Jatim, MSH akan diberikan pemberatan hukuman.
"Ini banyak dan anak-anak lagi, pasti diterapkan pemberatan hukuman. Tersangka dijerat pasal 82 UU Perlindungan Anak no 35 tahun 2014 dan ditambah sepertiga dari hukuman maksimal," tegasnya.
Terungkapnya kasus ini berawal dari laporan para orangtua korban.
"Waktu itu, wali murid mendapat lapororan dari korban. Setelah kumpul-kumpul, akhirnya mereka melaporkan kasus ini. Sudah ada beberapa orangtua dan korban yang dimintai keterangan," kata pungkas Kapolda. (Achmad Ali)