Suara.com - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksobo melihat ada fenomena baru terkait pertemuan yang dilakukan sejumlah partai politik seperti Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasca-Pilpres 2019.
Pertemuan-pertemuan antar parpol itu disebutnya menjadi sinyal mulainya sejumlah parpol memikirkan kontestasi pada Pemilu 2024 mendatang.
Arfianto mengatakan, bahwa pertemuan partai politik itu malah terlihat lebih ngebut ketimbang waktunya. Apalagi sejumlah partai politik melakukan pertemuannya ketika kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum seumur jagung.
"Pertemuan antara partai-partai, merupakan sinyalemen dimulainya genderang kontestasi Pemilu 2024," kata Arfianto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2019).
Latar belakang pengamatan Arfianto tersebut berdasarkan oleh Laporan Tahunan The Indonesian Institute (TII) di mana ketika melihat tipologi partai politik peserta Pemilu 2019, pertemuan antar partai tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Hal itu lantaran tipe partai di Indonesia ialah tipe partai electoralist party.
"Artinya, tipe partai di Indonesia menjadikan pemilu satu-satunya aktifitas dan dianggap paling penting," katanya.
Dengan begitu, Arfianto menganggap bahwa antar partai politik justru akan kembali disibukan guna menjalin kerjasama demi Pilkada Serentak 2020. Karena itu justru tidak menutup kemungkinan pembicaraan antar parpol justru akan berlanjut hingga Pemilu 2024.
Ia pun menerangkan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi karena Pilkada 2020 dijadikan batu loncatan untuk Pemilu 2024.
"Artinya tipe partai ini berorientasi pada memaksimalkan suaranya untuk pemenangan pemilu, demi menguasai pemerintahan. Melihat orientasi partai seperti ini, akan membuka peluang koalisi yang sangat fleksibel," tuturnya.
Baca Juga: Setelah PKS, Nasdem Bertemu PAN, Zulhas: Kami Juga ke Golkar
Selain itu, Arfianto juga menganggap untuk kondisi seperti ini, setiap partai politik justru tidak akan dipengaruhi kembali oleh ideologi masing-masing. Maka tidak menutupi adanya partai-partai politik yang bercorak nasionalis akan menggandeng partai yang bercorak Islam.
"Misal seperti Nasdem dan PKS, atau PAN dengan Nasdem maupun PDIP. Memudarnya pengaruh ideologi dan menguatnya pragmatisme dikhawatirkan akan membuat Partai hanya akan menjadi kendaraan politik untuk meraih kekuasaan belaka," katanya menjelaskan.
Dirinya juga melihat masih ada permasalahan institusionalisasi partai politik yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) internal partai di Indonesia.
Ditambah lagi masih ada permasalahan institusionalisasi partai politik yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) internal partai di Indonesia. Persoalan institusionalisasi partai seperti lemahnya demokrasi di internal karena masih kuatnya pengaruh figur di internal parpol.
Kuatnya pengaruh elit dalam tubuh parpol di Indonesia menyebabkan rekruitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang. Misalnya saja untuk Calon untuk Pilkada harus ada rekomendasi atau restu dari Ketua Umum atau Pengurus Pusat.
"Oleh karena itu sangat wajar jika tuduhan pertemuan antara Partai-Partai merupakan sinyalemen dimulainya genderang kontestasi Pemilu 2024," katanya.