Negara Abai, Jerih Payah TKI Puluhan Triliun Hilang Sia-sia Tiap Tahun

Selasa, 28 Januari 2020 | 18:16 WIB
Negara Abai, Jerih Payah TKI Puluhan Triliun Hilang Sia-sia Tiap Tahun
Sejumlah massa berunjuk rasa di depan Kedubes Malaysia, Jakarta, Senin (5/3).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Negara tak berperan. Negara hanya hadir dan total menyelamatkan pekerja migran dengan memberikan bantuan hukum hanya saat di luar negeri. Namun, setelah mereka kembali ke tanah air, negara abai.

“Bagaimana mereka setelah kembali ke tanah air, rehabilitasi bagi perempuan-perempuan yang sudah dipulangkan itu nyaris tidak ada. Kalaupun mereka masih bisa bertahan dan melanjutkan hidup, itu karena swadaya dari berbagai organisasi masyarakat sipil,” kata Anis.

Dua terdakwa pembunuhan Kim Jong Nam, kakak pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, dibawa ke Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, untuk melakukan reka ulang, Selasa (24/10/2017). [AFP]
Dua terdakwa pembunuhan Kim Jong Nam, kakak pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, dibawa ke Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, untuk melakukan reka ulang, Selasa (24/10/2017). [AFP]

Pemerintah selalu mengatakan keberhasilan Indonesia pada 2019 adalah menyelamatkan Siti Aisyah dari ancaman hukuman mati di Malaysia karena dituduh membunuh kerabat pemimpin Korea Utara. Namun, ketika Siti kembali ke tanah air, nyaris tidak ada satu pun yang dilakukan oleh pemerintah untuk merehabilitasi namanya dan keluarganya dari stigma pembunuh pemimpin Korea Utara.

“Bahkan untuk mendapatkan pekerjaan saja sulit. Jangankan pekerjaan, rehabilitasi dia dan keluarganya saja itu setengah mati dan nyaris tidak ada. Otoritas negara sampai level desa, itu tidak melakukan apa-apa,” ungkapnya.

Termasuk kasus Tuti Tursilawati yang dieksekusi mati di Arab Saudi. Meski Tuti telah dieksekusi mati, namun ibunya di kampung halaman menanggung beban seumur hidup. Bahkan, nyaris tidak ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar Ibu Tuti bisa melanjutkan hidup dengan menanggung beban stigma atas anaknya yang meninggal digantung di tanah suci.

Padahal berbagai fakta menyebutkan, jika Tuti membela diri dari majikannya yang hendak memperkosa dan menganiayanya.

“Sampai hari ini ibunya tidak berani untuk pergi ke pasar, karena orang selalu bilang, ibu sedih ya anaknya digantung, anaknya dieksekusi, itu terus-terusan terjadi,” kata dia.

Anis menambahkan, masalah lain yang tak kalah penting adalah pengiriman pekerja migran ke negara-negara Timur Tengah. Pemerintah belum mencabut Permen Kemenaker No 260 tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan TKI ke 19 negara Timur Tengah. Tetapi, sejak tahun 2018 melalui Kemenaker Nomor 291, membuat pedoman pelaksanaan penempatan dan perlindungan di Kerajaan Arab Saudi melalui sistem satu kanal.

Hal itu menimbulkan tafsir yang berbeda-beda. Di lapangan hal ini menjadi ruang yang luas bagi perekrutan non-prosedural bagi TKI ke Timur Tengah. Sepanjang 2019, terus terjadi penangkapan-penangkapan atau razia-razia yang dilakukan ke penampungan-penampungan atas nama penempatan ke negara Timur Tengah.

Baca Juga: BNP2TKI dan BI Dorong Pekerja Migran Manfaatkan Layanan Remitansi Nontunai

“Kalau kita melihat non-prosedural, ini bukan sekedar orang bekerja terjebak trafficking, tetapi ini adalah praktek irregular migration yang paling brutal sepanjang sejarah migrasi yang pernah terjadi adalah pasca moratorium ke 19 negara Timur Tengah. Karena nyaris tidak ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah, instrumen tidak diurus dan lain sebagainya,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI