"Lupakan kasus dengan gejala ringan dan fokuslah pada kasus dengan gejala akut. Selamatkan banyak nyawa. Pusatkan tes untuk orang-orang yang bergejala," kata dia.
Namun dari sudut pandang ilmu kesehatan masyarakat, menurut Shibuya, penolakan Pemerintah Jepang untuk menggelar lebih banyak tes sangat berisiko. Shibuya merujuk sebuah kajian yang dikerjakan Universitas Keio, Tokyo.
Pekan lalu, rumah sakit di kampus itu menerbitkan hasil penelitian mengenai tes Covid-19 yang dilakukan terhadap pasien tanpa gejala dan yang dirawat bukan dengan prosedur Covid.
Hasilnya, menurut penelitian itu, sekitar 6 persen pasien dinyatakan positif mengidap Covid-19.
Itu adalah contoh kecil dan tidak bisa digeneralisasi. Tapi Shibuya tetap menganggap hasil kajian itu 'sangat mengejutkan'.
"Kita benar-benar melewatkan banyak kasus tanpa gejala dan kasus dengan pasien yang mengalami gejala ringan," ujarnya.
"Jelas bahwa ada penyebaran virus di masyarakat. Saya sangat mencemaskan situasi ini."
Berapa banyak kasus yang dilewatkan? Dia tidak yakin. Namun merujuk penelitian Keio, Shibuya memperkirakan angkanya bisa 20 hingga 50 kali lebih besar dari data resmi. Artinya, antara 280 hingga 700 ribu orang di Jepang berpotensi terinfeksi Covid-19.
Tanpa tes yang lebih banyak, sulit untuk mengetahui angka persisnya. Namun bukti-bukti yang dikumpulkan dari beragam testimoni presonal mendukung gagasan bahwa jumlah kasus Covid-19 di negara itu lebih besar.
Baca Juga: Pasien Covid-19 di Lumajang Ini Sembuh Setelah 15 Kali Jalani Tes Swab
Di antara kasus kematian yang rendah di Jepang, dua di antaranya menimpa pelawak terkenal, Ken Shimura, dan aktris Kumiko Okae.
Kasus kematian lainnya juga menimpa orang-orang ternama seperti tujuh pesumo, pemandu acara televisi, dua mantan atlet bisbol, dan penulis film.
"Saat ini 70 hingga 80 persen kasus infeksi baru yang tercatat di Tokyo tidak muncul dalam klaster baru," kata Yoshitake Yokokura, pimpinan Asosiasi Kesehatan Jepang.
"Kita perlu melakukan lebih banyak tes dan mendapatkan hasilnya secepat mungkin," tuturnya.
Merujuk data resmi, jumlah kasus baru di Tokyo menurun selama sepekan terahir. Apa ini berita menggembirakan? Belum tentu.
"Saya ingin percaya bahwa jumlah benar-benar menurun, tapi jumlah tes yang dilakukan tidak cukup untuk mendukung data tersebut," kata Yokokura.