FPI, GNPF, 212 Minta Jokowi Mundur dan Partai Pro Ciptaker Bubarkan Diri

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 09 Oktober 2020 | 16:24 WIB
FPI, GNPF, 212 Minta Jokowi Mundur dan Partai Pro Ciptaker Bubarkan Diri
Penampakan anggota DPR di ruang rapat paripurna jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta. (Suara.com/Novian)

UU Cipta Kerja, kata dia, dibuat untuk merespons keluhan masyarakat buruh bahwa pemerintah itu lamban di dalam menangani proses perizinan berusaha dan peraturannya tumpang tindih.

Oleh karena itu, kemudian dibuat UU yang sudah dibahas sejak lama.

"Di DPR itu semua sudah didengar semua, semua fraksi ikut bicara, kemudian pemerintah sudah bicara dengan semua serikat buruh, berkali-kali. Di kantor menkopolhukam dan di kantor menkoperekonomian kemudian pernah di kantor Menteri Ketenagakerjaan. Dan sudah mengakomodasi meskipun tidak seratus persen," kata Mahfud.

Dia menegaskan tidak ada ada satupun pemerintah di dunia yang mau menyengsarakan rakyatnya dengan membuat UU.

Menurut dia UU Cipta Kerja itu juga menyediakan peluang kerja yang jumlah setiap tahunnya mencapai 3,5 juta, dengan 82 persen tingkat pendidikan di bawah SMP.

Mahfud menambahkan, ada informasi hoaks terkait isi UU Cipta Kerja, seperti pesangon tidak ada, tidak ada cuti hamil, dan mempermudah PHK.

"Itu tidak benar. Justru PHK harus dibayar kalau belum putus. Dalam UU ini ada jaminan kehilangan pekerjaan. Ini dibilang tidak ada, hoaks. Bahkan, ada yang menyebut pendidikan dikomersilkan," kata Mahfud.

Bagi masyarakat yang tidak puas atas UU Cipta Kerja, kata dia, bisa menempuh dengan cara sesuai konstitusi.

"Caranya yaitu dengan menyalurkan lewat PP, Perpers, Permen, Perkada sebagai delegasi UU. Bahkan bisa diadukan melalui mekanisme judicial review atau uji materi dan formal ke MK," kata Mahfud.

Baca Juga: Draft UU Ciptaker Belum Final, Baleg DPR: Proses Perbaikan Typo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI