Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?

Siswanto Suara.Com
Senin, 24 Mei 2021 | 07:00 WIB
Kisah Anak Transmigran Merantau ke Jakarta: Apa yang Terjadi di Kampungnya?
Ilustrasi transmigran [elements.envato]

Kegiatan favorit anak-anak seusia Firman selepas sekolah, selain main kelereng atau sepak bola, adalah ngasak hasil panen: umumnya padi atau jagung. Ngasak artinya memungut sisa hasil panen di ladang-ladang.

Sawah [elements.envato]
Ilustrasi transmigran [elements.envato]

Bagi Firman dan kawan-kawannya, setiap panen tiba merupakan rezeki tersendiri. Hasil dari ngasak diserahkan kepada orangtua dan dijual. Uangnya lumayan buat jajan atau diberikan kepada orangtua untuk tambahan belanja kebutuhan dapur.

“Itu (hasil ngasak jagung) dijual hasilnya. Dulu sekilonya Rp800.”

Desa tempat tinggal Firman semakin lama semakin berubah. Keberadaan transmigran telah mendorong pembangunan infrastruktur. Dari yang minim sekali fasilitas publik, pelan-pelan mulai muncul sejumlah fasilitas, meskipun tidak bisa juga dikatakan sudah memadai.

Dia menggambarkan pembangunan di desanya, “setelah saya SD daerah sudah berubah. Sudah bentuk desa.”

Dulu di desa tidak ada lapangan. Kalau anak-anak kecil ingin bermain sepak bola, mereka menggunakan ladang orang. Tetapi sekarang sudah lain, sekarang sudah ada lapangan, bahkan tahun 2019 dibangun sebuah gelanggang olahraga.

Penghidupan

Setiap tahun jenis tanaman pangan yang ditanam sebagian petani di ladang mereka sering berganti-ganti.

Pergantian jenis tanaman yang ditandur petani biasanya dipertimbangkan dari hasil pertanian apa yang sedang menduduki posisi harga tertinggi di pasar.

Baca Juga: Kisah Kontraktor Kenyang Hadapi Para Pemalak Proyek

Sebagai contoh, jika harga tertinggi di sana diduduki jagung, para petani akan menanami ladang mereka dengan tanaman jagung, tanaman tahun depan bisa jadi berubah menjadi padi, kemudian tahun berikutnya singkong.

Untuk sekarang, posisi harga tertinggi di pasar dipegang oleh singkong.

Sambil menunggu panen singkong tiba, orangtua Firman menjadi buruh pertanian di ladang petani lain. Tapi jika kebetulan sedang tidak ada yang membutuhkan tenaga buruh untuk menanam, mereka ngoret. Ngoret merupakan kegiatan membersihkan rumput di ladang.

Honor ngoret sehari rata-rata Rp50 ribu. Untuk mengejar pendapatan sebesar itu, orangtua Firman berangkat dari rumah ke ladang jam 06.00 WIB, mulai bekerja jam 07.00 WIB. Biasanya selesai bekerja sehabis waktu salat Ashar.

Hasil daripada nyambi menjadi buruh pertanian atau ngoret dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Walaupun punya lahan sendiri kalau misalnya nanam singkong, kan nggak tiap hari dapat duit. Kalau cuma nungguin singkong sendiri, terus buat makan gimana. Kalau singkong kan rata-rata panen setelah tujuh bulan. Kalaupun dijual jadi duit kan itu buat kebutuhan makan dan semua-muanya,” kata Firman.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI