Jika sedang tidak beruntung atau tidak ada yang membutuhkan tenaga bantuan mengurus ladang, orangtua Firman, juga sebagian besar kepala keluarga yang lain, menganggur atau mengurus ladang sendiri dan itu berarti tidak ada pemasukan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Tapi bagi sebagian transmigran yang memiliki pohon karet di ladang mereka, tidak terlalu pusing. Keberadaan karet memberikan keuntungan bagi mereka. Frekuensi menderes getah pohon karet biasanya dilakukan petani tiga hari sekali.
“Kadang tiga hari itu ada yang dapat 60 kilo, ada yang 40 kilo, nggak mesti. Tinggal lihat lahannya berapa lebar.”
Getah karet biasanya sudah ditunggu-tunggu pembeli. Penghasilan dari nderes terbilang lumayan, apalagi kalau harga sedang bagus.
Oleh karena keluarganya tidak menanam pohon karet, Firman tidak tahu persis berapa harga getah karet sekarang, tetapi beberapa waktu yang lalu, per kilogram mencapai lebih dari Rp4 ribu.
Persoalan transmigran
Di balik kontribusi besar transmigran dalam mendukung program pemerataan penduduk dan peningkatan produksi pertanian yang dicanangkan pemerintah sejak zaman Orde Baru sampai reformasi, banyak keluh kesah yang dirasakan.
Persoalan yang dihadapi transmigran bukan karena tidak mampu menggarap ladang. Tetapi menurut pendapat Firman, masalah utama yang dialami kebanyakan transmigran adalah, “lemahnya ekonomi, keuangan.”
Dari pengalaman yang dilihat dan dirasakan Firman tahun-tahun belakangan ini, keadaan perekonomian kebanyakan transmigran di daerahnya sedang susah.
Baca Juga: Kisah Kontraktor Kenyang Hadapi Para Pemalak Proyek
Sementara, pendapatan transmigran pada umumnya bersandar pada hasil panen dan bekerja menjadi buruh pertanian selama menunggu panen tiba.
Firman memberikan gambaran mengenai nilai hasil penuaian setelah ditunggu selama berbulan-bulan. Setelah tujuh bulan, panen singkong dari lahan satu hektare kalau dijual nilainya hanya sekitar Rp10 juta sampai Rp15 juta.
![Sawah [elements.envato]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/05/23/29936-ilustrasi-sawah.jpg)
Uang tersebut biasanya tidak akan bertahan lama karena penduduk didesak berbagai kebutuhan, misalnya untuk biaya perbaikan rumah atau pembangunan rumah baru.
Menjadi buruh pertanian yang umumnya dilakoni transmigran menjadi alternatif untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi keluarga selama menunggu masa panen di ladang sendiri, akan tetapi pendapatan dari pekerjaan ini sifatnya tidak menentu.
“Kalau ngandelin ngoret juga kan belum tentu ada. Kadang seminggu nggak kerja.”
Sementara kebutuhan harian keluarga tidak bisa ditunda-tunda. Setiap hari harus makan, belum lagi untuk biaya jajan atau sekolah anak. Ditambah lagi pengeluaran untuk perawatan tanaman, seperti membeli obat penyemprot singkong.